Mencoba Lebih Dewasa dalam Berjamaah #1

???????????????????????????????

Bergembiralah berkumpul bersama dengan orang-orang yang benar

Alangkah gembiranya kiranya, orang yang memenuhi wajahnya dengan raut senyum. Sebagaimana kita tahu,untuk tersenyum hanya membutuhkan kontraksi 17 otot wajah dibandingkan dengan memasang wajah cemberut yang membutuhkan 43 otot. Tersenyum bisa dilakukannya secara sadar ataupun tidak sadar yang dipandang sebagai suatu bentuk kebahagian dan keramahan. Sedangkan cemberut umumnya menunjukkan kesedihan atau ketidaksetujuan.

Kebahagiaan akan didapati seseorang saat aspek yang mendominasi niatannya dicapainya. Itulah keinginan paling agung yang ia cita-citakan, sekalipun untuk mencapainya betapa jerih payah menggelamutinya. Sekalipun berat di tengah-tengah persoalan, tapi simpul senyum akan selalu tergambar di wajahnya karena ia sadar bahwa jerih payahnya adalah untuk kebahagiaan masa mendatang. Sebegitu besar kebahagiaan yang ingin ia gapai, ia akan merelakan dirinya melebur bersama dengan persoalan-persoalan berat dan bergelut dengan khalayak karena pada hakekatnya itu adalah sebuah perlombaan untuk memenangkan sang kebahagiaan.

Makna kebahagian pernah diungkapkan oleh Hujjatul Islam, Imam Ibnu Taimiyah  rahimahullah, “Apa yang bisa dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku dan tamanku ada di hatiku…bila aku berjalan maka ia bersamaku dan tidak pernah berpisah dariku…. Penjaraku adalah kesendirianku (dengan Rabbku)…kematianku adalah syahadah (syahid)….pengusiranku dari negeriku adalah wisata bagiku.” Betapa dalam perkataan ini Imam Ibnu Taimiyah menggambarkan bahwa kebahagiaan itu letaknya ada dalam hati. Ialah nikmat iman yang tertanam dalam dalam hati.

Marilah kita mengingat perkataan Umar bin Khatab radhiallahu’anhu, beliau mengatakan: “tidaklah aku mendapat nikmat yang lebih baik dari nikmat keislamanku selain nikmat memiliki saudara (semuslim) yang shalih. Jika kalian mendapatkan hangatnya persahabatan dari saudaramu sesama muslim, maka peganglah erat-erat hal itu”.

Cukuplah apa yang dikatakan oleh Al Faruq sebagai ungkapan syukur kita atas nkmat kebersamaan kita bersama dengan orang-orang yang benar. Ialah saudara muslim kita, betapa menjadi penyejuk di tengah terik persoalan kita, menjadi benteng di tengah serangan godaan nafsu, menjadi penguji keimanan kita ditengah nikmat yang bergelimangan.

Allah SWT berfirman dalam Q.S. At Tawbah : 119

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan senantiasalah bersama dengan orang-orang yang benar.(At Tawbah : 119)

Al imam Jalaludin al suyuti mengatakan, ayat ini berkaitan dengan ketidak ikut sertaan tiga orang sahabat utama dalam sebuah kampanye dakwah rasulullah saat menyambut 200.000,- pasukan Romawi di medan Tabuk (perang tabuk). Ialah Hilal bin Umayah, Murarah bin Rabi’ah, dan Kaab bin Malik. Ketidakikutsertaan mereka bukan karena kemunafikan, tapi hanya karena kemalasan hingga Kaab menunda keberangkatannya. Ia merasa bahwa kudanya adalah kendaraan plihan hingga ia pasti akan bisa menyusuli pasukan Rasulullah di perkemahan. Pada akhirnya Kaab tidak mendapati Rasulullah berkemah di sepanjang perjalanan. Ia tertinggal dan betapa perkara yang sangat berat disaat semua orang muslimin berjihad fisabilillah sementara ia tertinggal. Ditambah lagi ia harus kembali ke Madinah sementara hanya tersisa orang-orang munafik yang tinggal di sana karena rasulullah memberangkatkan semua sahabat setianya.

Sungguh berat mengatakan pada Rasulullah perihal ketidakberangkatannya. Kaab adalah salah satu sahabat terbaik yang dimiliki Rasulullah, ia adalah teladan bagi sahabat-sahabat yang lain. Maka ketidakberangkatannya dalam medan Tabuk bukanlah perkara yang remeh. Tidak seperti kebanyakan orang-orang munafik yang membuat-buat alasan, ialah Kaab yang sepenuhnya sadar dengan kesalahannya menghadap rasulullah saw, bahwa kesalahannya adalah dosa besar hingga rasulullah mengatakan kepadanya, “tunggulah sampai Allah sendiri yang memaafkanmu”.

Betapa berat dikucilkan dalam batas waktu yang tidak ditentukan, “sampai Allah sendiri yang memaafkanmu”. Kaab diboikot oleh seluruh sahabat termasuk istrinya sendiri, tidak seorangpun boleh menyapa bahkan menjawab salamnya. Ini adalah sebuah pelajaran besar bagi para sahabat ketika itu, dan untuk muslimin semuanya betapa berat persoalan itu. Pada akhirnya Kaab bin Malik tetap bersabar dan senantiasa bertaubat hingga ia bisa melalui ujian itu setelah 50 hari tanpa bertegursapa dengan seorang saudara seiman bahkan 10 hari terakhir ia diminta menjauhi istrinya. Hal yang sama dialami dua orang sahabat lainnya, Murarah dan Hilal, betapa mereka adalah orang-orang yang teruji kesabaran dan komitmennya.

Kaab kemudian mengucapkan syukurnya, terlukis dari penuturannya,

Rasulullah menyampaikan berita itu kepada shahabat-shahabatnya seusai shalat shubuh bahwa Allah telah mengampuni aku dan dua orang shahabatku. Berlomba-lombalah orang mendatangi kami, hendak menceritakan berita germbira itu. Ada yang datang dengan berkuda, ada pula yang datang dengan berlari dari jauh mendahului yang berkuda. Sesudah keduanya sampai di hadapanku, aku berikan kepada dua orang itu kedua pakaian yang aku miliki. Demi Allah, saat itu aku tidak memiliki pakaian kecuali yang dua itu.

Aku mencari pinjaman pakaian untuk menghadap Rasullah. Ternyata Kaab telah disambut banyak orang dan dengan serta merta mereka mengucapkan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak seorang pun dari muhajirin yang berdiri dan memberi ucapan selamat selain Thal’ah. Sikap Thalhah itu tak mungkin aku lupakan. Sesudah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah, mukanya tampak cerah dan gembira, katanya kemudian, “Bergembiralah kau atas hari ini! Inilah hari yang paling baik bagimu sejak kau dilahirkan oleh ibumu!”

“Apakah dari Allah ataukah dari engkau ya Rasulullah?” tanyaku sabar.

“Bukan dariku! Pengampunan itu datangnya dari Allah!” jawab Rasul saw.

Demi Allah, aku belum pernah merasakan besarnya nikmat Allah kepadaku sesudah Dia memberi hidayah Islam kepadaku, lebih besar bagi jiwaku daripada sikap jujurku kepada Rasulullah saw.”

Ka’ab lalu membaca ayat pengampunannya itu dengan penuh haru dan syahdu, sementara air matanya berderai membasahi kedua pipinya.

“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian, Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah:118)

Saudaraku, apa yang bisa kita petik dari apa yang dialami Kaab dan dua sahabat lainnya adalah sebuah pesan taqwa dan kedewasaan dalam berjamaah yaitu bersabar menjad bagian orang-orang yang benar. Terangkum dalam lanjutan ayat berikutnya,

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan senantiasalah bersama dengan orang-orang yang benar”.(At Tawbah : 119)

About galeri son dc

Lebih bermanfaat dengan berbagi

Posted on 23 Oktober 2013, in tausiyah. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar