Serial 2 Apa Kata Cinta, Cinta itu menghampirimu berkelanjutan

loveHari ini sudah berbuat kebaikan apa ya.. tadi pagi sebelum subuh aku sudah nyemplungin kotak amal di masjid, terus shalat subuh jamaah di masjid, terus dzikir, lanjut tilawah, terus membantu ibu memasak, terus tadi berangkat ke kampus bantuin orang nyeberang jalan, sampe kampus shalat dhuha, abis itu,,, abis itu,,,, apa lagi ya.. kok lupa aku.. (lagi sibuk ngitungin amal, hehehe kaya bang Majid di salah satu tayangan TV yang sibuk mencatat sedekahnya).

Pernah tidak saudaraku melakukan hal semacam ini? Lebih sensasional kalau kita berani menyebutkan keburukan-keburukan yang kita lakukan dari bangun tidur sampai bangun lagi. So.. mana yang lebih banyak.  Kebiasaan orang banyak mengingat-ingat kebaikannya sendiri dan cepat melupakan keburukanya walaupun sebenarnya terbayang-bayang.

Nah, pernahkan kita menghitung detail nikmat-nikmat Allah barang satu jam terakhir saja?  Karunia dua bola mata ini saja katakanlah ada yang mau menukar dengan dunia seisinya, tidak akan mengira ada yang mau. Kesadaran manusia akan setiap karunia yang ia dapati akhirnya menentukan seberapa besar ia akan berterimakasih pada Tuhannya.

Manusia hanya dituntut untuk bersyukur saja. Itu sudah diberikan kecukupan oleh Allah, bahkan diapresiasi dengan sekian banyak bonus. Kita tidak diminta membeli karunia-Nya, bahkan menghitung saja tidak mampu kita. Toh seandainya kita mampu menghitung, lantas mau membeli dengan apa nikmat-nikmat itu?

Bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah uang, makanan dan harta mewah. Padahal kondisi sehat yang Allah beri dan waktu luang pun nikmat. Bahkan untuk sehat jika kita bayar butuh biaya yang teramat mahal. Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan.

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Sayangnya, kebanyakan manusia itu kolot, mengukur nikmat dengan kesenangan-kesenangan dzohir, yang nampak saja. Belum dibilang nikmat kalau belum bisa melakukan ini itu. Maka tidak pernah terpuaskan nafsu manusia itu.

Dari sebuah artikel dalam situs Muslim.Or.Id‘, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa nikmat itu ada 3 macam.

Pertama, adalah nikmat yang nampak di mata hamba.

Kedua, adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya.

Ketiga, adalah nikmat yang tidak dirasakan.

Ibnul Qoyyim menceritakan bahwa ada seorang Arab menemui Amirul Mukminin Ar Rosyid. Orang itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin. Semoga Allah senantiasa memberikanmu nikmat dan mengokohkanmu untuk mensyukurinya. Semoga Allah juga memberikan nikmat yang engkau harap-harap dengan engkau berprasangka baik pada-Nya dan kontinu dalam melakukan ketaatan pada-Nya. Semoga Allah juga menampakkan nikmat yang ada padamu namun tidak engkau rasakan, semoga juga engkau mensyukurinya.” Ar Rosyid terkagum-kagum dengan ucapan orang ini. Lantas beliau berkata, “Sungguh bagus pembagian nikmat menurutmu tadi.” (Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, terbitan, Darul ‘Aqidah, hal. 165-166).

Jika kita mengamati pemulung yang sedang memunguti sampah di jalanan, jarang kita dapati mereka terlihat gelisah. Terkadang ada yang asyik bercanda pula saat bersama dengan yang lain. Kita cermati anak-anak jalanan di pinggiran kota, bahkan di bawah kolom jembatan. Kita masih mendapati mereka riang bermain mengabaikan hiruk pikuk dunia kota yang tidak jelas memberikan keadilan. Tidak banyak yang mereka miliki tapi mereka mempunyai Tuhan yang mempunyai banyak hal. Kalahkah kita dengan syukur ala pinggiran kota ini?

Di suatu malam Hasan al-Bashri membaca firman Allah SWT:

وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitung jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl [16] : 18).

Dan beliau terus mengulang-ulang membacanya hingga masuk waktu pagi.

Kemudian beliau ditanya terkait hal tersebut. Beliau menjawab: “Sungguh padanya ada tempat mengambil pelajaran, sebab kemanapun kami mengarahkan pandangan mata, pasti ia mengenai sebuah nikmat. Dan kami tidak mengetahui nikmat-nikmat Allah yang jumlahnya jauh lebih banyak dari yang telah kita ketahui.”

Cinta identik dengan memberi, maka betapa setiap nikmat Allah itu pemberian yang maha agung. Inilah rahmat, kasih sayang Allah pada hamba-Nya yang beriman dan bersyukur. Bahkan manusia yang tidak pernah bersyukur sekalipun diberikan keadilan. Mereka yang bersungguh-sungguh dalam usahanya tetap Allah berikan balasan sekedarnya. Bagi mereka yang beriman, karunia-Nya mengalir terus tanpa batas. Setiap kali hamba bersyukur semakin bertambah besar bonusnya, bertambah terus bagaikan tabungan yang berbunga berlipat-lipat.  Katakanlah tak kita dapati sebagian besar di dunia, pastinya Allah janjikan Doorprize di surga-Nya. Semakin orang menyadari nikmat dari Tuhannya, semakin ia merasa kecil di hadapan-Nya, semakin ia bersujud syukur kepada-Nya, semakin besar lagi nikmat itu didatangkan lagi padanya.

Bukankah cinta itu senantiasa menghampirimu berkelanjutan..?

Son dc terinspirasi/12/01/2013

About galeri son dc

Lebih bermanfaat dengan berbagi

Posted on 12 Januari 2013, in Pernik, tausiyah. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar