Ngomongin dia, sakitnya tuh disini

Ngomongin dia, sakitnya tuh disini

10534564_531850260248739_4905849177468417064_n

Ini nih pekerjaan yang melelahkan, menghabiskan banyak waktu dan bisa ngebikin sakit berkepanjangan. Ngerumpi, ngegosip, ngrasani, maidu, mbulli, dan saudara-saudaranya. Meski sebenarnya kerjaan ini capek tapi jarang dirasa karena memang (bisa jadi) menyenangkan. Apalagi ketemu tuh sama temen-temen sehobi, nggak kerasa meski berjam-jam. Pengalaman di rumah soalnya, punya toko kecil (baca : warung milik ibu) alhamdulillah rame setiap saat. Nggak Cuma rame orang pada beli, tapi sambil belanja tuh pada ngerumpi di depan toko. Perasaan jamaah pengajian ibu-ibu nggak segayeng ini deh..

Beberapa tahun lalu, mungkin sampai sekarang masih (jarang nonton tv sekarang), kalau sudah Donna Arsinta menyapa dengan Siletnya, seakan-akan tuh seperti disayat-sayat bener. Bakat bener tuh orang ya jadi juru kampanye. Temen-teman saya, banyak yang meniru gayanya yang khas dan mantap itu saat berbicara. Tak tanggung-tanggung, sekarang bukan hanya cara bicaranya saja yang ditiru tapi juga kebiasaannya. Nemuin apa di facebook langsung share, ada berita apa agak aneh gitu dibagiin, nemu gambar meme yang gokil buat perang-perangan. Ntar, kalo ada yang jatuh, sakitnya tuh disini.

Menilik sekian banyak persoalan besar di negeri ini, sebagian besar terjadi karena urusan perbincangan ini. Harga diri dan kehormatan itu sekarang harganya murah sekali. Ngasih komentar dari siulan di tweeter sampai demo besar-besaran sudah mendeskreditkan nilai-nilai etika. Bangsa ini rusak karena sudah tidak ada lagi rasa saling menghormati. Presiden saja sekarang jadi keset, yang lebih menohok lagi seorang wanita telanjang sekarang bisa mengkritik ustadz sak penak udele dhewe. Sakitnya tuh disini.

Pernah dipesenin rasulullah saw dulu, nampaknya telah terjadi saat ini. Sahabat Anas ra meriwayatkan, “akan datang atas manusia suatu masa dimana keadaan orang mukmin pada masa itu lebih hina daripada domba (binatang). (H.R. Muslim, Ibn Sakir)

Jadi inget sama anecdotnya Bro Anwar Zahid dalam jumpa fansnya, “Neng ndeso-ndeso kuwi, nduwe anak, wayahe maghrib durung mulih isih bal-balan, ngono kuwi ora atek nggoleki og, tapi nek wayah maghrib pitik iseh bal-balan, bingung nek nggoleki.”

Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, “Di desa-desa itu, kalau anaknya saat maghrib belum pulang karena masih main bola, mereka tidak mencari. Tapi kalau ayam-ayamnya saat maghrib (masih main bola) belum di kandang, mereka bingung mencarinya.”

Deskripsi sederhana ini memberikan gambaran realita saat ini, saat harta itu dipandang lebih berharga dari manusia.  Dalam pengertian lebih lanjut, kepentingan untuk mendapatkan materi itu lebih diprioritaskan dibandingkan dengan kepentingan untuk berdampingan menyambung tali persaudaraan.

Mengapa manusia itu bisa menjadi rendah berawal dari saat ia merendahkan orang lain. Bermula dari melihat keburukan yang dilakukan seseorang, mengklaim, kemudian menceritakannya. Saat orang melihat seseorang yang lain katakanlah si “A” melakukan kesalahan atau keburukan, seringkali keburukan itu yang mendominasi pikiran. Apalagi ketika kesalahan-kesalahan berikutnya mengikuti, semakin menegaskan orang tersebut untuk memberikan stempel negatif kepada si “A”. Suatu saat si “A” berbuat baik, yang datang adalah cibiran, “ah, itu sih cuma pencitraan, biasanya juga nggak gitu”. Ada yang lebih konyol lagi, ketika orang kita cuma ndeger berita miring soal si A lantas kita ikut nyebar-nyebarin, jadi TOA. Belum juga jelas sumber beritanya. Emang lagi musimnya sekarang begitu.

Sakitnya tuh disini, ngerasa nggak sih?

Pada sebuah kasus sederhana, misalnya kamu jadi si Bunga (nama samaran) dan si Malas (nama julukan). Bunga tinggal satu kos dengan si Malas, kebetulan satu organisasi pula. Bunga sudah terlanjur tidak suka dengan si Malas. Eh.. suatu saat si Malas ketiban rejeki, pada ditraktir tuh temen-temennya. “Wah, selama aku (Bunga) pasang muka masam terus nih sama dia (si Malas), masak ikut-ikutan makan, ya enggak lah..

Ini kejadian Cuma traktiran di warung hik, nggak rugi-rugi amat kalo ga dapet. Coba rejekinya si Malas lebih gedhe ntar, traktirannya di resto, atau liburan ke mana gitu rame-rame sama temen-temen, mlongo dek kamu Bunga…

Sekarang coba dipikir, apa salahnya si Malas hingga ia dipanggil “si Malas”. Toh ia cuma malas mandi mungkin, malas nyuci piring, atau males mbantuin ngerjakan tugas kamu, atau barangkali ia malas datang rapat. Biarin aja toh dia sendiri yang rugi, kamu lihat baiknya saja. Kalau nggak ketemu-ketemu baiknya? Ah, lupakan tentang dia fokus urusan yang lain. Biasanya persoalan itu terjadi ketika kita melihat teman kita lebih sukses dari kita, sementara kita memandangnya sebagai orang yang, ya…. tak sebanding lah dengan kita.

Saurada, salah satu bagian mendasar dari kehidupan ini adalah urusan kita berhubungan dengan manusia yang lain. Kalau kita mau berhubungan baik dengan Tuhan supaya mendapatkan limpahan kebahagiaan dari-Nya, maka Tuhan tidak akan memberikan kebahagiaan itu kecuali kita juga menjalin hubungan yang baik dengan sesama pencari kebahagiaan. Tuhan akan menilai kualitas diri kita saat menghadapi berbagai karakter manusia. Kalau semua yang kita lakukan itu diperuntukkan tuhan, buat apa lah pujian, sanjungan. Kalau sudah bener niatan kita bekerja supaya Allah yang ngasih Upah, tak perlu lah kita galau soal si fulan dan si fulanah yang gak baik kelakuannya. Toh kita bisa dapat gaji tambahan dengan membimbing mereka.

Kata Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Al Fawa’id, “Salah satu tanda kebahagiaan dan kejayaan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawaduk dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemahuannya untuk membantu sesama manusia. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan pangkatnya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai keperluan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.”

Son Dc/Terinspirasi kembali 21/12/14

KALAU FOKUS HANYA DI SKRIPSI, BAGAIMANA DIBILANG PERJUANGAN..?

lembur_sakit_jantung

Masih sangat terbayang sebulan lalu saat dihadapkan pada pilihan-pilihan yg berat. Segera menyelesaikan tugas akhir atau menunggu enam bulan lagi dengan segala konsekuansinya, bayar spp lagi, KRSan lagi, bimbingan Lagi, dan lain-lain lagi. Saat itu sudah pertengahan Desember, sudah tidak banyak waktu untuk menyelesaikan makalah dan semua administrasinya. Sudah tanggal 16 Desember, skripsiku masih berhenti di Bab 4 yang tak kurang dari 75 lembar harus kuselesaikan. Kucoba memetakan beberapa pekan ke depan, bagaimana caranya setengah bulan ini bisa selesai. Sementara itu sederet kewajiban yang lainnya juga menumpuk dan tidak bisa diganti hari. Kurang dari tiga pekan di Bulan Desember yang kupunya, ternyata pekan pertama tidak bisa kulalui dengan baik. tersisa dua pekan, sementara di dua pekan tersebut hanya ada tiga hari efektif, senin sampai rabu. Karena liburan natal dan tahun baru hari libur maju dari hari Kamis. Alangkah gelisahnya, apa yang bisa kukerjakan dalam kurun waktu dua pekan yang harus dikurangi dengan tiga hari mukhayam, dua hari pleno akhir yayasan dan sekian banyak persiapannya yang tak mungkin rampung dalam sehari atau dua hari, deadline pesanan boneka, belum kewajiban pekanan untuk empat halaqah, dirrect selling ke dapil, dan rutinitas kecil lainnya, didukung keuangan yang kritis, tak selembarpun kutemui di dompet, tinggal kepingan recehan di bawah kasur dan beberapa lembaran hijau di antara baju dalam almari. Ya Allah.. dunia serasa sangat sempit.

Kucoba lagi memetakan beberapa pekan ke depan. Penuh dengan keragu-raguan, aku silang beberapa tanggal untuk mengurungkan niat berangkat mukhayam, padahal ini kesempatan terakhir karena dua kesempatan sebelumnya sudah lewat. Kusilang lagi beberapa tanggal untuk tidak berangkat direct selling, mengundang murobbi tamu untuk mengisi halaqah, mengumpulkan staff untuk menyelesaikan laporan, dan mengcancel pesanan boneka, ya.. artinya aku harus hutang karena tak punya lagi uang tabungan. Desember tak mungkin bisa kurampungkan semuanya hingga kulingkari angka-angka kalender Januari.

Disaat-saat kritis itulah, lintasan-lintasan pikiran banyak yang menghinggapi, peperangan antara kompor motivasi dan pukulan pesimistis. Maka berulang-ulang kubuka kalender dan kucoba memikirkan masak-masak dampak dari setiap keputusan yang akan kuambil. Skripsiku sudah diambang batas untuk diselesaikan, tapi sekian banyak kewajiban itu bukanlah barang remeh yang bisa dinomor duakan apalagi dikorbankan, apalagi menyangkut kepentingan orang banyak.

Alhamdulillah, Allah yang menguatkan tekad dan menjadikan kaki melangkah serta memberikan banyak kemudahan dibaliknya. Aku masih bisa menghandel halaqah meski dibantu murobbi tamu dan penugasan. Urusan pleno akhir bisa kubagi dengan beberapa rekan kerja meski banyak bagian yang memang harus aku kerjakan sendiri. Aku masih bisa mengagendakan direct selling di Januari karena Desember bersamaan dengan mukhayam dan agenda yayasan. Urusan Orderan, si bapak ngasih keringanan, bisa nunggu. Beberapa rutinitas kecil banyak yang terbengkalai, tapi aku tetap berangkat mukhayam.

Allah telah merencanakan skenario yang terbaik untuk keberhasilan kita, dan kita hanya bisa membeli kebanggaan itu dengan perjuangan. Ingatlah, saat Allah menyemburkan zam-zam dari bawah kaki Ismail, saat Maryam harus menggoyang pohon kurma di tengah letihnya, saat Allah mengirimkan bala bantuan-Nya di medan Badar kepada rasulullah saw, saat Allah mengirimkan angin kencang di peperangan khandak, saat Allah memenangkan Al Fatih atas Konstantinopel, saat Saladin membakar kapal-kapal musuh, saat Thariq bin ziyad menaklukan Andalusia. Tidaklah Allah memberikan reward itu, kecuali seorang hamba telah mencapai batas kemampuannya. Marilah kita ingat kebesaran Allah, hanya Dia-lah tempat kita bersandar.

Ikhwah, perlu antum ketahui semuanya, sekian banyak orang mendoakan kita saat uluran tangan kita menyapa beban mereka. Apalagi yang mendoakan kita adalah orang-orang shaleh yang dekat dengan Allah, bisa jadi itu mempercepat doa kita dikabulkan. Saat bertemu dengan sekian banyak ikhwan di mukhayam, mereka mendoakan kelancaran urusanku, saat bertemu dengan ustadz-ustadz dan ikhwah di dapil mereka mendoakan kelancaran urusanku, saat bertemu dengan binaan mereka mendoakan, saat bertemu dengan staff dan rekan-rekan kerja mereka mendoakan, saat bertemu dengan kawan-kawan seperjuangan mereka mendoakan, betapa indahnya ukhuwah ini. Dan.. satu hal yang tidak boleh kita lupakan. Komitmen kita untuk merampungkan amanah dari dua orang yang paling banyak berkorban untuk kita dan paling banyak mendoakan kita. Ibu dan Bapak. Seberapa besar kita bisa membalas bakti pada keduanya, sementara setiap kesalahan kita selalu menjadi beban pikiran untuk mereka.

Alhamdulillah, dua pekan terakhir di Januari ini benar-benar aku merasa mendapat banyak sekali kemudahan demi kemudahan. Eits, jangan dibayangkan seolah ringan-ringan saja.. ini adalah dua pekan sang sangat panjang dan melelahkan, tapi kebahagiaan itu saat bisa menikmati perjuangan. Sekarang hanya tinggal menunggu sidang skripsi. Tidak sempat kusampaikan terimakasihku satu-persatu pada antum.
Jazakumullah khairan katsir

TUHAN TIDAK PERNAH MEMPERSULIT HAMBANYA

Mencoba Lebih Dewasa dalam Berjamaah #1

???????????????????????????????

Bergembiralah berkumpul bersama dengan orang-orang yang benar

Alangkah gembiranya kiranya, orang yang memenuhi wajahnya dengan raut senyum. Sebagaimana kita tahu,untuk tersenyum hanya membutuhkan kontraksi 17 otot wajah dibandingkan dengan memasang wajah cemberut yang membutuhkan 43 otot. Tersenyum bisa dilakukannya secara sadar ataupun tidak sadar yang dipandang sebagai suatu bentuk kebahagian dan keramahan. Sedangkan cemberut umumnya menunjukkan kesedihan atau ketidaksetujuan.

Kebahagiaan akan didapati seseorang saat aspek yang mendominasi niatannya dicapainya. Itulah keinginan paling agung yang ia cita-citakan, sekalipun untuk mencapainya betapa jerih payah menggelamutinya. Sekalipun berat di tengah-tengah persoalan, tapi simpul senyum akan selalu tergambar di wajahnya karena ia sadar bahwa jerih payahnya adalah untuk kebahagiaan masa mendatang. Sebegitu besar kebahagiaan yang ingin ia gapai, ia akan merelakan dirinya melebur bersama dengan persoalan-persoalan berat dan bergelut dengan khalayak karena pada hakekatnya itu adalah sebuah perlombaan untuk memenangkan sang kebahagiaan.

Makna kebahagian pernah diungkapkan oleh Hujjatul Islam, Imam Ibnu Taimiyah  rahimahullah, “Apa yang bisa dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku dan tamanku ada di hatiku…bila aku berjalan maka ia bersamaku dan tidak pernah berpisah dariku…. Penjaraku adalah kesendirianku (dengan Rabbku)…kematianku adalah syahadah (syahid)….pengusiranku dari negeriku adalah wisata bagiku.” Betapa dalam perkataan ini Imam Ibnu Taimiyah menggambarkan bahwa kebahagiaan itu letaknya ada dalam hati. Ialah nikmat iman yang tertanam dalam dalam hati.

Marilah kita mengingat perkataan Umar bin Khatab radhiallahu’anhu, beliau mengatakan: “tidaklah aku mendapat nikmat yang lebih baik dari nikmat keislamanku selain nikmat memiliki saudara (semuslim) yang shalih. Jika kalian mendapatkan hangatnya persahabatan dari saudaramu sesama muslim, maka peganglah erat-erat hal itu”.

Cukuplah apa yang dikatakan oleh Al Faruq sebagai ungkapan syukur kita atas nkmat kebersamaan kita bersama dengan orang-orang yang benar. Ialah saudara muslim kita, betapa menjadi penyejuk di tengah terik persoalan kita, menjadi benteng di tengah serangan godaan nafsu, menjadi penguji keimanan kita ditengah nikmat yang bergelimangan.

Allah SWT berfirman dalam Q.S. At Tawbah : 119

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan senantiasalah bersama dengan orang-orang yang benar.(At Tawbah : 119)

Al imam Jalaludin al suyuti mengatakan, ayat ini berkaitan dengan ketidak ikut sertaan tiga orang sahabat utama dalam sebuah kampanye dakwah rasulullah saat menyambut 200.000,- pasukan Romawi di medan Tabuk (perang tabuk). Ialah Hilal bin Umayah, Murarah bin Rabi’ah, dan Kaab bin Malik. Ketidakikutsertaan mereka bukan karena kemunafikan, tapi hanya karena kemalasan hingga Kaab menunda keberangkatannya. Ia merasa bahwa kudanya adalah kendaraan plihan hingga ia pasti akan bisa menyusuli pasukan Rasulullah di perkemahan. Pada akhirnya Kaab tidak mendapati Rasulullah berkemah di sepanjang perjalanan. Ia tertinggal dan betapa perkara yang sangat berat disaat semua orang muslimin berjihad fisabilillah sementara ia tertinggal. Ditambah lagi ia harus kembali ke Madinah sementara hanya tersisa orang-orang munafik yang tinggal di sana karena rasulullah memberangkatkan semua sahabat setianya.

Sungguh berat mengatakan pada Rasulullah perihal ketidakberangkatannya. Kaab adalah salah satu sahabat terbaik yang dimiliki Rasulullah, ia adalah teladan bagi sahabat-sahabat yang lain. Maka ketidakberangkatannya dalam medan Tabuk bukanlah perkara yang remeh. Tidak seperti kebanyakan orang-orang munafik yang membuat-buat alasan, ialah Kaab yang sepenuhnya sadar dengan kesalahannya menghadap rasulullah saw, bahwa kesalahannya adalah dosa besar hingga rasulullah mengatakan kepadanya, “tunggulah sampai Allah sendiri yang memaafkanmu”.

Betapa berat dikucilkan dalam batas waktu yang tidak ditentukan, “sampai Allah sendiri yang memaafkanmu”. Kaab diboikot oleh seluruh sahabat termasuk istrinya sendiri, tidak seorangpun boleh menyapa bahkan menjawab salamnya. Ini adalah sebuah pelajaran besar bagi para sahabat ketika itu, dan untuk muslimin semuanya betapa berat persoalan itu. Pada akhirnya Kaab bin Malik tetap bersabar dan senantiasa bertaubat hingga ia bisa melalui ujian itu setelah 50 hari tanpa bertegursapa dengan seorang saudara seiman bahkan 10 hari terakhir ia diminta menjauhi istrinya. Hal yang sama dialami dua orang sahabat lainnya, Murarah dan Hilal, betapa mereka adalah orang-orang yang teruji kesabaran dan komitmennya.

Kaab kemudian mengucapkan syukurnya, terlukis dari penuturannya,

Rasulullah menyampaikan berita itu kepada shahabat-shahabatnya seusai shalat shubuh bahwa Allah telah mengampuni aku dan dua orang shahabatku. Berlomba-lombalah orang mendatangi kami, hendak menceritakan berita germbira itu. Ada yang datang dengan berkuda, ada pula yang datang dengan berlari dari jauh mendahului yang berkuda. Sesudah keduanya sampai di hadapanku, aku berikan kepada dua orang itu kedua pakaian yang aku miliki. Demi Allah, saat itu aku tidak memiliki pakaian kecuali yang dua itu.

Aku mencari pinjaman pakaian untuk menghadap Rasullah. Ternyata Kaab telah disambut banyak orang dan dengan serta merta mereka mengucapkan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak seorang pun dari muhajirin yang berdiri dan memberi ucapan selamat selain Thal’ah. Sikap Thalhah itu tak mungkin aku lupakan. Sesudah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah, mukanya tampak cerah dan gembira, katanya kemudian, “Bergembiralah kau atas hari ini! Inilah hari yang paling baik bagimu sejak kau dilahirkan oleh ibumu!”

“Apakah dari Allah ataukah dari engkau ya Rasulullah?” tanyaku sabar.

“Bukan dariku! Pengampunan itu datangnya dari Allah!” jawab Rasul saw.

Demi Allah, aku belum pernah merasakan besarnya nikmat Allah kepadaku sesudah Dia memberi hidayah Islam kepadaku, lebih besar bagi jiwaku daripada sikap jujurku kepada Rasulullah saw.”

Ka’ab lalu membaca ayat pengampunannya itu dengan penuh haru dan syahdu, sementara air matanya berderai membasahi kedua pipinya.

“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian, Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah:118)

Saudaraku, apa yang bisa kita petik dari apa yang dialami Kaab dan dua sahabat lainnya adalah sebuah pesan taqwa dan kedewasaan dalam berjamaah yaitu bersabar menjad bagian orang-orang yang benar. Terangkum dalam lanjutan ayat berikutnya,

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan senantiasalah bersama dengan orang-orang yang benar”.(At Tawbah : 119)

Q.S. Ali Imran ayat 26 – 27, Tasliyah untuk para da’i

(26) Katakanlah: Ya Tuhan yang memiliki segala kekuasaan.Engkau berikan kekuasaan kepada barang siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari barang siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau muliakan barangsiapa yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Kuasa.

(27) Engkau masukkan malam kepada siang dan Engkau masukkan siang kepada malam, dan ”Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau memberi rezeki siapa yang Engkau kehendaki dengan tidak berkira.

aud

Asbabul nuzul

Dikeluarkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Qatadah, katanya, “Orang- orang mengatakan kepada kami bahwa Rasulullah saw. memohon kepada Tuhan agar menundukkan kerajaan Romawi dan Persi ke dalam kekuasaan umatnya.

Ibn Abbas ra dan Anas bin Malik ra mengatakan bahwa sebagaimana Allah telah memberikan pertolongan hingga Rasulullah saw telah membebaskan makkah dari kejahiliyahan, dari cengkeraman orang-orang kafir Quraisy, Rasulullah saw memberikan kabar bahwa umatnya akan menguasai Romania dan Persia. Orang2 munafik dan yahudi mendengar apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw, kemudian munculah karakter kemunafikan pada diri mereka. Orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik mengatakan bahwa belumkah cukup Muhamad menguasai Makkah dan Madinah. Jauh.. jauhlah apa yang diimpikan Muhamad itu, tidakkah ia melihat betapa sangat kuatnya Romawi dan Persia. Demikian ungkapan-ungkapan mereka, sikap kemunafikan yang memusuhi dan mengingkari dakwah nabi, dengan segala cara kemudian mereka menggembosi orang-orang mukmin dengan hasutan mereka.

Ayat ini (Ali Imran : 26-27) diturunkan Allah SWT sebagai tasliyah/pelipur lara untuk Rasulullah saw, di tengah tugas beliau yang sangat berat. Hasrat besar Rasulullah saw untuk menyelamatkan manusia dari neraka, inqodunnaas minannaar, tidak sebanding dengan betapa banyak orang-orang yg mengingkari, bahkan semakin berat dengan halangan dari orang-orang musyrikin dan ahli kitab yang menentang dakwah beliau. Betapa beratnya tugas Rasulullah sebagaimana dalam Ali Imran ayat 103 bahwa “…..dan kamu dahulu berada pada tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya…”. Maka Allah memberikan hiburan dengan kabar gembira dalam ayat ini.

Allah yang berkuasa atas segala sesuatu, demikian yang dijelaskan dalam Q.S. Ali Imran : 26-27. Ayat ini adalah salah satu yang berbicara tentang qudratullah waadzomatuhu, kekuasaan Allah dan keagungannya. Allah amat berkuasa dalam mencipta dan mengatur segala urusan mahkluknya. Segala urusan diserahkan sepenuhnya pada-Nya karena pada-Nyalah kuasa untuk menentukan sesuatu itu baik atau sebaliknya.

Sebuah pelajaran besar bahwa dalam dakwah ini akan selalu ada yang menentang. Sebagaimana Rasulullah telah bersabar dengan ujian ini, berlaku untuk para pengikutnya, para pengemban dakwah untuk turut serta dalam jalur kesabaran. Dengan demikian tidaklah pantas para da’i berputus asa dari rahmat Allah. Sebagaimana dalam Q.S Al Maidah : 54, bahwa Allah akan menggantikan generasi yang ingkar dengan orang-orang yang tidak takut dengan celaan orang-orang yang suka mencela.

Dalam kandungan Q.S Yaasiin diceritakan kisah tentang 3 orang rosul yg diutus untuk satu kampung yang mayoritas penduduknya adalah orang-orang yang ingkat. Demikian kesabaran mereka memberikan ungkaan atas kesulitan mereka dengan mengatakan, “wa maa ‘alaina ilal balaghul mubiin..” dan tidaklah q diutus kecuali utk menyampaikan risalah ini dg jelas, terang,terang, jelas lagi nyata.”

Dalam Q.S As Shaff di akhir-akhir ayat 8 wallahu mutimmu nuurihi walau karihal kaafirun. Dan Allah pasti akan menyempurnakan cahayanya (islam) walaupun orang-orang kafir membencinya. Kemudian dalam lanjutannya ayat ke 9, Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk (huda) dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan petunjuk (huda) disini adalah ilmu. Ilmu merubah paradigma, sebagaimana dahulu para sahabat adalah orang-orang yang jahil, kemudian menjadi benar arahnya dengan ilmu. Maka dulu rasulullah kata ibnu abbas rutin mengadakan majlis ilmu di rumah arkham bin abil arkham setiap kamis.

Dalam dakwah pasti ada tagyir/ perubahan yang merubah manusia mina zulumati ilannuur. Hanya dengan ilmu yang shohih, maka akan berlaku perubahan. Imam Syafi’i dengan ungkapannya yang terkenal  , al ilmu nuurun, wa nuurullah laa yuhdaa li’asin, ilmu itu cahaya, dan ilmu Allah tidak akan diberikan pada orang yang berbuat maksiat.

Adalah hak Allah memuliakan dan menghinakan, jadikan kita yang pantas mendapatkan kemuliaan itu.

Wallahu a’lam

 

”aku tidak peduli dalam keadaan apa aku berada, dalam kemudahan atau kesulitan. Sebab, sesungguhnya kewajiban terhadap Allah Ta’ala dlm kesulitan adalah ridha, sedangkan dalam kemudahan adalah syukur…” (sayyidina ali bin abi thalib)

 

Son dc terinspirasi/03/04/13

 

 

Serial 3 Apa Kata Cinta Totalitas Cinta Untukmu

13542169191906903994Maukah kita berfikir, sebenarnya apa  atau siapa yang dicintai orang begitu mendalam.  Ada yang sampai mengorbankan setiap apa yang dimiliki untuk mendapatkan apa yang diingini. Maka keinginanya itu mengantarkanya pada apa yang ia idamkan. Sampai ia akan berfikir, inikah cinta itu? Berkatalah ia, “Setelah semua yang aku korbankan, inikah wujudnya, yang sangat aku idam-idamkan..? ”

Adakalanya idaman hati itu begitu mendominasi hari-hari si penggemar. Hati-hatinya terpatri menyukainya, mengharap-harap kedatanganya di setiap saat ia masih ingat dengan pertemuan dengannya sang idaman. Seakan memuja-muja, bibirnya tak henti-hentinya berdzikir menyanyikan irama iringan  rancangan skenario indah dalam angan-angannya.

Perasaan berbunga-bunga hanya seumur jagung. Seakan tidak ada cinta yang abadi, wanginya bunga mudah tergantikan dengan bunga yang lain. Kapan dihadapkan pada pilihan, hatinya akan cenderung pada yang lebih. Sederhananya orang akan memilih yang lebih bahagia daripada yang bahagia.

Betapa cinta abadi itu sangat sulit digambarkan. Dari mana mengukur totalitas pada segmen yang bernama cinta?  Tergambar dalam salah satu episode akhir perjalanan hidup Rasulullah SAW, menjelang ajalnya terungkap cinta tiada tara dari beliau yang sangat mulia yang merindukan pertemuan dengan  kita, umatnya yang begitu rendah.

Pagi itu, meski langit telah mulai menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap seakan tidak ingin melewatkan sebuah  peristiwa besar.

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

“Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala itu.Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata jibril.

Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”

“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya,” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”

Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku”.

Ikhwatifillah, saudaraku seiman, hingga akhir hayat beliau, ingatan tentang kitalah yang mendominasi beliau. Renungkan ikhwatifillah, pantaskah kita bersanding dengan Rasulullah melihat amal-amal kita, sementara beliau begitu merindukan kita. Pernahkah kita merindukan pertemuan dengannya? Padahal kita tahu tidak ada tempat yang lebih indah selain tempat dimana kita bisa bercengkerama dengan keluarga Rasulullah, bersama nikmatnya ukhuwah dengan kaum muslimin.

Serial 2 Apa Kata Cinta, Cinta itu menghampirimu berkelanjutan

loveHari ini sudah berbuat kebaikan apa ya.. tadi pagi sebelum subuh aku sudah nyemplungin kotak amal di masjid, terus shalat subuh jamaah di masjid, terus dzikir, lanjut tilawah, terus membantu ibu memasak, terus tadi berangkat ke kampus bantuin orang nyeberang jalan, sampe kampus shalat dhuha, abis itu,,, abis itu,,,, apa lagi ya.. kok lupa aku.. (lagi sibuk ngitungin amal, hehehe kaya bang Majid di salah satu tayangan TV yang sibuk mencatat sedekahnya).

Pernah tidak saudaraku melakukan hal semacam ini? Lebih sensasional kalau kita berani menyebutkan keburukan-keburukan yang kita lakukan dari bangun tidur sampai bangun lagi. So.. mana yang lebih banyak.  Kebiasaan orang banyak mengingat-ingat kebaikannya sendiri dan cepat melupakan keburukanya walaupun sebenarnya terbayang-bayang.

Nah, pernahkan kita menghitung detail nikmat-nikmat Allah barang satu jam terakhir saja?  Karunia dua bola mata ini saja katakanlah ada yang mau menukar dengan dunia seisinya, tidak akan mengira ada yang mau. Kesadaran manusia akan setiap karunia yang ia dapati akhirnya menentukan seberapa besar ia akan berterimakasih pada Tuhannya.

Manusia hanya dituntut untuk bersyukur saja. Itu sudah diberikan kecukupan oleh Allah, bahkan diapresiasi dengan sekian banyak bonus. Kita tidak diminta membeli karunia-Nya, bahkan menghitung saja tidak mampu kita. Toh seandainya kita mampu menghitung, lantas mau membeli dengan apa nikmat-nikmat itu?

Bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah uang, makanan dan harta mewah. Padahal kondisi sehat yang Allah beri dan waktu luang pun nikmat. Bahkan untuk sehat jika kita bayar butuh biaya yang teramat mahal. Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan.

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Sayangnya, kebanyakan manusia itu kolot, mengukur nikmat dengan kesenangan-kesenangan dzohir, yang nampak saja. Belum dibilang nikmat kalau belum bisa melakukan ini itu. Maka tidak pernah terpuaskan nafsu manusia itu.

Dari sebuah artikel dalam situs Muslim.Or.Id‘, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa nikmat itu ada 3 macam.

Pertama, adalah nikmat yang nampak di mata hamba.

Kedua, adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya.

Ketiga, adalah nikmat yang tidak dirasakan.

Ibnul Qoyyim menceritakan bahwa ada seorang Arab menemui Amirul Mukminin Ar Rosyid. Orang itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin. Semoga Allah senantiasa memberikanmu nikmat dan mengokohkanmu untuk mensyukurinya. Semoga Allah juga memberikan nikmat yang engkau harap-harap dengan engkau berprasangka baik pada-Nya dan kontinu dalam melakukan ketaatan pada-Nya. Semoga Allah juga menampakkan nikmat yang ada padamu namun tidak engkau rasakan, semoga juga engkau mensyukurinya.” Ar Rosyid terkagum-kagum dengan ucapan orang ini. Lantas beliau berkata, “Sungguh bagus pembagian nikmat menurutmu tadi.” (Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, terbitan, Darul ‘Aqidah, hal. 165-166).

Jika kita mengamati pemulung yang sedang memunguti sampah di jalanan, jarang kita dapati mereka terlihat gelisah. Terkadang ada yang asyik bercanda pula saat bersama dengan yang lain. Kita cermati anak-anak jalanan di pinggiran kota, bahkan di bawah kolom jembatan. Kita masih mendapati mereka riang bermain mengabaikan hiruk pikuk dunia kota yang tidak jelas memberikan keadilan. Tidak banyak yang mereka miliki tapi mereka mempunyai Tuhan yang mempunyai banyak hal. Kalahkah kita dengan syukur ala pinggiran kota ini?

Di suatu malam Hasan al-Bashri membaca firman Allah SWT:

وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitung jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl [16] : 18).

Dan beliau terus mengulang-ulang membacanya hingga masuk waktu pagi.

Kemudian beliau ditanya terkait hal tersebut. Beliau menjawab: “Sungguh padanya ada tempat mengambil pelajaran, sebab kemanapun kami mengarahkan pandangan mata, pasti ia mengenai sebuah nikmat. Dan kami tidak mengetahui nikmat-nikmat Allah yang jumlahnya jauh lebih banyak dari yang telah kita ketahui.”

Cinta identik dengan memberi, maka betapa setiap nikmat Allah itu pemberian yang maha agung. Inilah rahmat, kasih sayang Allah pada hamba-Nya yang beriman dan bersyukur. Bahkan manusia yang tidak pernah bersyukur sekalipun diberikan keadilan. Mereka yang bersungguh-sungguh dalam usahanya tetap Allah berikan balasan sekedarnya. Bagi mereka yang beriman, karunia-Nya mengalir terus tanpa batas. Setiap kali hamba bersyukur semakin bertambah besar bonusnya, bertambah terus bagaikan tabungan yang berbunga berlipat-lipat.  Katakanlah tak kita dapati sebagian besar di dunia, pastinya Allah janjikan Doorprize di surga-Nya. Semakin orang menyadari nikmat dari Tuhannya, semakin ia merasa kecil di hadapan-Nya, semakin ia bersujud syukur kepada-Nya, semakin besar lagi nikmat itu didatangkan lagi padanya.

Bukankah cinta itu senantiasa menghampirimu berkelanjutan..?

Son dc terinspirasi/12/01/2013

Serial 1 Apa Kata Cinta, Kenapa Ia Tumbuh

lilin-cinta

Pernahlah kita dalam satu episode perjalanan hidup memberikan perhatian yang barangkali sangat dan lebih dari yang lain. Saat pandangan kita tertuju pada sosok yang indah itu rasanya ada teste lain yang menjadi warna dan menyetir pola pikirnya. Dan memang tidak bisa dipungkiri ketertarikan yang amat kuat akan mengambil sebagian besar dari perhatian hingga termotivasi untuk mencapainya, ingin memilikinya. Kalau cinta yang berbicara tak akan habis cara, kalau cinta sudah melekat tai kucing rasa coklat.

Aduhai barang bagus pasti disayang, saat  hilang bukan kepalang, sudah usang masuk keranjang. Manusiawi dan setiap hari ada barang baru, setiap hari beralih-alih kesukaanya. Tapi tidak pada yang amat disayang, rasanya amat sayang ke lain hati. Hehehe lebay bro..

Memang manusia mempunyai fitrah, sifat dasar. Mendambakan hal-hal yang indah adalah keinginan semua orang. Yang membedakan hanya persepsinya akan keindahan pada sesuatu yang subjektif. Kecantikan rupa dan keindahan bentuk adalah  objektif. Saya tidak percaya kalau ada yang mengatakan Krisdahyanti itu tidak cantik parasnya, kalau  dudo herlino itu orang pasti menyebutnya tampan wajahnya. Yang menjadikan subjektif adalah jika kemudian orang ditanya Lady Gaga itu cantik atau tidak, maka jawabanya beragam. Fans akan mengatakan cantik atas tampilan fisiknya, tapi tetangga mengatakan amat buruk atas dasar perilakunya. Pada aspek yang lebih menyeluruh orang akan berfikir objektif

Baik, cinta muncul bukan tak diundang pulang tak diantar, bahwa dibalik peraaan cinta pasti ada sebabnya. Aku mencintaimu apa adanya itu ungkapan takut kehilangan. Melihat apa adanya dia yang begitu cantik maka kawatir kalau kehilangan. Maka yang sesungguhnya adalah aku mencintaimu karena kamu terlihat begitu cantik adanya.  Cantik menjadi syarat keberadaan cintanya, maka ketika cantiknya tidak ada, cintanya juga tidak ada. Suka makan buah salak, tak kan sampai ditelan kalau hilang manisnya, mengunyak saja sudah sepat rasanya.

Atas dasar sebab yang hanya berjangka waktu, cinta tidak pernah menjanjikan keabadian. Janjinya sehidup semati tak sampai terpisahkan lahat, esok sudah tertarik yang lain. Begitu mudahnya perasaan orang berubah kecuali atas komitmen mendalam atas sebuah hal yang berharga dalam hidupnya.

Siapa tidak tersentuh dengan kisah Ainun dan Habibie dalam rangkuman kisah romantisnya. Benar-benar menjadi contoh kisah keluarga yang hangat dengan cinta. Dalam sebuah tulisan di website kompasiana.com singkat bercerita romantis.

Tayangan “Mata Najwa” yang mengundang seorang orang yang luar biasa, orang yang begitu pintar dan brilian, orang yang sangat mencintai keluarganya, sangat mencintai istrinya dan menorehkan jasa luar biasa pada negeri tercinta. Siapa lagi kalau mantan Presiden RI, B.J. Habibie. Sebuah tema yang sangat menarik yaitu “Separuh Jiwaku Pergi” menorehkan kesan mendalam dalam hatiku.

Dengan dipandu oleh seorang pembawa acara yang cerdas, kritis, menarik menggulirkan dialog dinamis yang menggali semua informasi tentang kehidupan seorang B.J. Habibie. Seorang sosok yang pintar sejak sekolah di bangku sekolah dasar, kisah romantisnya bersama Ibu Ainun sejak pertama berjumpa sesaat kepulangan B.J. Habibie dari Jerman sampai Ibu Ainun berpulang ke Rahmatullah. Ibu Ainun sangat mencintai Pak Habibie begitu pun sebaliknya Pak Habibie pun sangat mencintai Ibu Ainun. Saat terakhir kehidupan Ibu Ainun di rumah sakit Jerman, Ibu Ainun masih memperhatikan Pak Habibie. Ketika Pak Habibie menanyakan apa yang kau takutkan, operasi? Bu Ainun menggeleng karena di mulutnya terpasang selang jadi menjawab dengan isyarat. Lalu apa yang kau takutkan, aku? Bu Ainun mengangguk. Takut aku lupa makan dan minum obat? Bu Ainun pun mengangguk kembali. Saat hidup di Jerman, Bu Ainun berperan sebagai tenaga operasional, mulai menyetir mengantar Bapak, Ilham dan Thoriq, memasak, mengurus semua pekerjaan rumah dilakukan sendiri. Walau Bu Ainun bergelar serang dokter namun beliau lebih mendedikasikan kehidupannya untuk melayani suami dan keluarganya.

Pak Habibie sangat kehilangan sosok yang ia cintai dan ia sayangi selama 48 tahun 10 hari. Setelah kepergian Ibu, Bapak serasa melihat Ibu ada di setiap sudut matanya. Ibu terlihat dimana-mana. Bapak seperti orang yang linglung, karena selama kehidupannya tidak ada satu tempat pun tanpa kehadiran Ibu. Bapak merasa separuh jiwanya telah pergi bersama kepergian Ibu. Dengan deraian air mata Pak Habibie menguraikan betapa ia sangat sedih saat Ibu pergi selamanya karena Bapak tidak pernah membayangkan akan mengalami kesedihan mendalam ketika hidup sendiri tanpa senyum manis, tubuh, sentuhan dan kasih sayang Bu Ainun. Seorang pemimpin keluarga teladan bagi istri dan anak-anaknya. Mencintai dan memberi kasih sayang yang hangat terhadap keluarga, mulai dari awal pernikahan Ibu dan Bapak membangun keluarga sakinah yang dipupuk dengan landasan rasa memiliki, bekerjasama dan saling melengkapi dengan suri tauladan yang harmonis.

Peran Bu Ainun begitu kental dalam keseharian Pak Habibie dalam menjalani rutinitasnya sebagai seorang yang sangat sibuk. Saat Bapak harus mengerjakan laporan sampai larut malam, Ibu menemani Bapak dengan membaca Al Quran minimal 1 juz per hari. Di saat Bapak memberikan laporan pertanggungjawaban di hadapan MPR, DPR saat menjabat Presden RI, Ibu memberikan kertas yang berisi cuplikan ayat-ayat AlQuran dan Ibu mengiringi dengan doa di rumah. Pak Habibie menemani Bu Ainun selama menjalani perawatan dan penyembuhan di rumah sakit tanpa sehari pun meninggalkan Ibu. Shalat pun dilakukan dengan berjamaah, Bapak menjadi imam dengan membisikan bacaan di telinga Ibu.

Secuplik kisah yang begitu menginspirasi pasangan muda (mohon maaf, yang saya maksud suami-istri dalam rumah tangga baru, bukan pasangan dalam bentuk lain). Contoh dimana cinta Ainun dan Habibie tak lekang oleh waktu sampai keriput menjalar di kulit. Atas dasar apa perasaan keduanya terjaga. Maka kita akan memperhatikan bahwa cinta Ainun dan Habibie bukan semata dibangun atas dasar perasaan suka sama suka diwaktu muda, juga bukan terlena hidup glamor maupun gila popularitas, tapi kita menyaksikan sebuah kesadaran yang mendalam bahwa keduanya sangat memahami apa yang harus dibangun dalam keluarganya yaitu cinta.

Cintanya bersemi dalam keluarga karenanya ia tidak rusak. Karena sudah dipagari oleh keyakinan mereka bahwa inilah amanah yang harus dijaga. Memandang kewajiban sebagai suami istri yang akan membangun sebuah keluarga sebagai wujud syukur atas takdir yang Allah SWT tetapkan atas mereka. Jika keberadaan cinta itu ada sebabnya, lantaran sebab yang abadi cintanya juga akan abadi. Maka cinta pasangan ini selalu segar dengan siraman syukur pada yang Maha memberi.

Apa kata cinta, “kenapa ia tumbuh?”

Sebagaimana biji, ia tumbuh saat di tanam. Akan terus tumbuh menjulang dan menjadi rindang saat disiram, akan bermekaran bunga indah saat dirawat, pada waktunya nanti ia akan berbuah dan menjatuhkan biji-bijian baru yang akan tumbuh pula. Tanamlah biji anda di tanah yang baik, maka sirami dengan teratur dan rawatlah.

Son dc terinspirasi/09/01/2013

Ketika yang memimpin berbuat kemusyrikan

Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka. ( QS. Al Mu’min 40:82 )

312422_514433155255434_1283766320_n

Gambar ini dinukil dari Sebuah jejaring Islamedia ,jazakumullah khoir banyak memberikan inspirasi.

Ada-ada saja tingkah para pemimpin negeri ini. Melihat banyak kejadian lucu yang tersaji di media akan polah tingkah pemimpin negeri ini membuat kita geli tapi juga miris. Adakah negeri ini akan menemukan kemakmuranya? Setelah kisruh di rapat  DPR, dualisme PSSI dan KPSI, begitu banyak lagi kejadian lusu di negeri ini, baru-baru ini dua kejadian yang tidak lama berselang, masih ada saja pemipin sekelas walikota bahkan menteri berbuat bodoh dengan mencari keberkahan dari siraman kembang. Sungguh tragis, orang berkelas yang banyak dijadikan panutan mayarakat justru malah memberikan contoh perilaku yang menyesatkan.

“Pada hari ketika wajah mereka dibolak-balikkan di dalam neraka, mereka berkata: sekiranya kami mentaati Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka berkata: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan
kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan kami, timpakan kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.” (Al-Ahzab: 66-68)

Pers rilis REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  Ahad 6 Januari 2012 menyatakan Upaya menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, meruwat mobil listrik Ferrari Tucuxi miliknya. Setelah prosesi ruwatan, mobil senilai Rp 1,5 miliar itu menabrak tebing di Magetan  saat dikendarai dari Sol. Alhasil, mobil yang sudah dicuci denga air kembang dari empat penjuru mata angin itu malah ringsek. “Saya tidak tahu ruwatan itu apa. Tapi, tidak perlu mobil diruwat,” imbaunya.

Sebelumnya, Dahlan membuat sensasi aneh dengan menggelar upacara klenik. Dalam rilis yang diterima Republika, Sabtu (5/1), mobil listrik Tucuxi akan diruwat di Solo dalam sebuah upacara mandi kembang yang dilakukan dalang terkenal Ki Manteb Sudarsono. ”

Acara Muruwat Kolo itu dilakukan agar Mobil Tucuxi terhindar dari Segala bahaya, bala dan fitnah dari manapun,” kata keterangan itu. “Upacara Muruwat Kolo tersebut akan diadakan tepat pada pukul 13:11 WIB. Karena, menurut hitungan Tahun Soko, itu saat yg paling tepat untuk upacara Murwat Kolo.”

Hal yang sama dilakukan Jokowi saat masih berstatus sebagai Walikota Solo belum lama ini. Mobil ESEMKA karya anak negeri diuwat dengan dimandikan kembang menjelang uji emisi. Alhasil ESEMKA yang banyak dibanggakan itu gagal lolos uji emisi.

Negeri ini cukup tergambarkan carut marutnya dari gambaran pemimpinya. Kalau yang melakukan ruwatan itu adalah warga kampung pedalaman yang masih belum banyak mengenal peradaban barangkali akan menjadi sesuatu yang wajar. Tapi ini sudah keterlaluan, yang melakukan ruwatan walinya perkotaan, menterinya BUMN,  bahkan anak TPA saja tahu itu perbuatan musyrik dan dilaknati Allah. Kesombongan apa yang melatari mereka begitu yakin akan selamat dari azab Allah.

Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka. ( QS. Al Mu’min 40:82 )

Setidaknya ada dua kemungkinan yang melatar belakangi tingkah polah tak lazim ini. Yang pertama bisa jadi ia memang tidak faham dengan yang mereka lakukan itu adalah pelanggaran besar dalam agama ini. Itu mengindikasikan mereka bukan muslim yang baik karena belum banyak perhatianya pada agama yang menjadi keyakinanya. Atau kemungkinan kedua bahwa sesungguhnya mereka tahu bahwa itu salah, tapi lebih menonjolka kepentingan sensasi dan popularitas kemudian mereka berani melanggar . keduanya alasan yang cukup berbeda dan keduanya adalah jahiliyah.

Berkenaan dengan ini Syekh Utsaimin rahimahullah memberikan  penjelasan tentang kisah-kisah umat terdahulu. Beliau mengatakan Sesungguhnya dalam menyikapi kisah-kisah tersebut dan semisalnya manusia terbagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama mereka yg mengetahui dan mengenal Allah beserta tanda-tanda kekuasaan-Nya yg terjadi kemudian mereka mengambil pelajaran dari kejadian yg dialami orang-orang yg telah lalu hingga mereka kembali kepada Allah takut sangat takut apabila mereka tertimpa apa yg telah menimpa orang-orang terdahulu. Allah berfirman ‘Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yg sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang non muslim akan menerima seperti itu.’ .

Adapun kelompok kedua kelompok yg jahil dan tidak mengenal Allah hati mereka kosong dari keimanan dan keras karena kedurhakaan mereka. Mereka berkata ‘Sesungguhnya kejadian-kejadian itu adalah alamiah’. Sehingga mereka tidak memperhatikannya dan tidak melihat akibat yg datang dari Allah yaitu akibat bagi orang-orang yg mendustakan Allah dan para rasul-Nya. Kita memohon kepada Allah dengan ayat-ayatnya dan dengan asma’-asma ‘ dan sifat-sifat-Nya agar menjadikan kita sebagai orang yg mampu mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan-Nya dan takut akan ancaman dan siksa-Nya. Dan semoga Allah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita sesungguhnya Dia Maha Pemberi.

Sungguh kita menyaksikan betapa jaman ini menyuguhkan akidah diperjualbelikan. Yang terbaik bagi kita adalah menyelamatkan akidah yang saat ini kita pegang. Maka akan muncul pertanyaan, sejak kapan sebenarnya kita ini menjadi orang Islam? Maka jawabanya bukan dengan melihat identitas kita di KTP, coba kita mengukur dari kapan kita mengucapkan syahadat itu dengan penuh kesadaran. Karena itu rukun pertama untuk berislam. Bahwa syahadat adalah ikrar kita, sumpah kita dan janji kita dengan sepenuh hati kita yakini, kita ucapkan dan kita buktikan dengan amal. Bahwa kita berikrar, bersumpah dan berjanji hanya kepada Allah kita mengabdi, menyembah dan meminta. Bahwa Rasulullah SAW adalah figur yang menjadi percontohan kita, yang hanya dengan mencontoh beliau kita akan sampai pada muara untuk berteu dengan Allah, dzat yang paling dirindukan oleh seorang hamba.

Wallahua’lam, mari kita jadikan setiap kejadian yang kita saksikan sebagai pelajaran berharga. Semoga kita termasuk ke dalam golongan hamba yang senantiasa diberikan ketetapan hati.

Agar tetap diteguhkan hati, ingatlah sebuah do’a yang selalu dibaca oleh Nabi. Amalkan do’a tersebut untuk memohon keteguhan dan keistiqomahan dalam menjalani ajaran Islam. Doa yang paling sering dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).” Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,

يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ

Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi no. 3522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Son dc terinspirasi/7/1/2013

Hati-hati Suul Khatimah

 timthumb.php

Yang terbayang oleh kebanyakan orang ketika mengingat kematian adalah ketakutan dan kegelisahan, maka yang tidak pernah gelisah memikirkan bagaimana kematianya, bisa jadi dialah yang termasuk dalam sisa-sia kepedihan.

Tulisan ini menjadi tadzkiroh/pengingat terutama untuk diri saya sendiri dan berbagi dengan segenap saudara yang membacanya.

Pada kenyataanya memang tidak banyak orang yang begitu sering memikirkan keadaanya sendiri di akhir kehidupan. Justru banyak orang-orang yang barangkali merasakan keamanan dan kenyamanan hingga berlomba-lomba menumpuk harta kekayaan untuk kebutuhan keturunanya. Ya, kalau mau berpikir logis, apa yang dipikirkan orang sekaya Carlos Slim Helu tentang hartanya. Tiga kali menempati posisi puncak di daftar ini berturut-turut dari tahun 2010, Kekayaan pebisnis telekomunikasi asal Meksiko ini mencapai US$ 69 miliar.

Bagi orang yang berpikiran terlalu ekstrim kanan, bisa jadi ia akan berpikir tidak ada gunanya menumpuk-numpuk harta jika hanya ditinggal mati. Tapi perlu kita ingat dan tahu, golongan sahabat yang paling mulia, Abu Bakr as Sidq, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, mereka adalah orang-orang dengan jumlah kekayaan yang luar biasa. Bagi orang-orang yang berpikir ekstrim ke kiri bisa jadi berbicara, memangnya siapa yang menjamin makan malammu besuk dengan kekayaan yang sekarang, terus saja kumpulkan kekayaan nanti bisa membeli ferrari, rumah mewah, biar keturunan kita juga kaya nanti. Dua pemikiran yang sangat bebeda jauh tapi keduanya keterlaluan. Dan memang, yang terbaik adalah yang pertengahan. Menjadi kaya harta, juga kaya dalam beramal.

Well, tapi bukan itu yang menjadi fokus pembicaraan. Ada satu hal menarik dimana dalam kondisi orang merasa ideal dalam amal-amalnya yang luar biasa, tapi habis berkesudahan tragis. berbicara tentang kasus di atas, betapa banyak hartawan, konglomerat yang juga rajin sekali bersedekah, investasi amalnya luar biasa, hingga diapun merasa sangat yakin sekali begitu dekat dengan surga. Berbicara kekayaan bukan hanya harta benda. Seorang yang dipanggil orang dengan sebutan ustadz, kyai, sesepuh, pada hakekatnya mereka adalah orang yang kaya. Kaya dengan ilmu, di jaman sekarang juga banyak pula yang kaya bayaranya (mohon maaf, bukan mengkritik, Insyaallah kekayaan di tangan ustadz lebih menjajikan keberkahan).

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا [رواه البخاري ومسلم]

Dari Abi Abdirrahman Abdillah bin Mas’ud radiallahu’anhu, beliau berkata: Kami diberitahu oleh Rasulullah dan beliau adalah orang yang jujur lagi terpercaya – Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Sesungguhnya telah disempurnakan penciptaan salah seorang dari kalian dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk sperma, kemudian dia menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus kepadanya malaikat, kemudian ditiupkan ruh kepadanya, lalu malaikat tersebut diperintahkan untuk menulis empat perkara; untuk menulis rizkinya, ajalnya dan amalannya dan nasibnya (setelah mati) apakah dia celaka atau bahagia. Demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Dia. Sesungguhnya salah seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya satu hasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga dia memasukinya. Dan salah seorang di antara kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli neraka, hingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya sehasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli surga hingga dia memasukinya. (HR Bukhari dan Muslim. Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam [Bid’ul Khalqi/3208/Fath]. Muslim di dalam [Al Qadar/2463/Abdul Baqi]).

Seusai menjelaskan proses kejadian manusia, Rasulullah SAW menjelaskan perihal takdir manusia. Dijelaskan dalam hadits ini, “Sesungguhnya salah seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya satu hasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga dia memasukinya. Dan salah seorang di antara kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli neraka, hingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya sehasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli surga hingga dia memasukinya.”

Barangkali ada diantara kita yang akan bertanya-tanya, bagaimana bisa, seorang yang digambarkan jaraknya dengan surga hanya tinggal sekian centimeter saja, hanya karena ketentuan Allah kemudian ia berbuat keburukan lalu menghilangkan tabungan amalnya yang luar biasa ia tumpuk-tumpuk sebelumnya. Bagaimana bisa, seorang yang bahkan seumur hidupnya dihabiskan untuk maksiat, hanya karena ketentuan Allah ia dimasukan ke surga. Apakah Allah tidak adil? (hehe, ini pertanyaan paling ekstrem dan bodoh barangkali).

“Sesungguhnya Allah tidak menzhalimi (seseorang) walaupun sebesar zarrah, dan jika ada satu kebajikan, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (Q.S An Nisa : 40)

Tidak mungkin Allah menyia-nyiakan amal seorang hamba yang dibangun bertahun-tahun, kecuali memang ada sebab yang mendasar. Sebagaimana sebuah bangunan, tidak mungkin tugu Monas yang di jakarta itu tiba-tiba saja runtuh hanya karena diambil replika api emas yang ada di puncaknya saja. Atau tidak mungkin pula patung liberti akan runtuh hanya karena dihancurkan obornya saja. Kalau rusak iya, tapi tidak sampai hancur kan? Pasti ada sebab yang sangat besar hingga bisa meruntuhkan bangunan yang amat kokoh itu.

Syaikh Ibnu Rajab Al Hambali, Seorang ahli fiqih abad 8 H/14 M, yang banyak menulis kitab yang berkualitas tinggi dan penuh analisa. Beliau menyatakan, jika ada seseorang yang beramal baik secara terus-menerus tapi berkesudahan buruk sebagaimana dalam hadits diatas, ada dua kemungkinan. Yang pertama adalah bahwa ia masih memelihara hati yang busuk. Atau kemungkinan yang kedua bahwa ia berbuat kemaksiatan dengan terembunyi sehingga orang tidak pernah mengetahuinya. Dalam kemungkinan yang kedua ini seseorang beramal dengan amalan surga dalam hal-hal yang nampak di hadapan manusia, akan tetapi pada hakekatnya ia memiliki maksud yang busuk dan niatan yang rusak. Lalu niatan yang rusak itu mendominasi dirinya, sehingga ia meninggal dalam keadaan su’ul khatimah (kesudahan yang jelek). Kita berlindung kepada Allah dari hal itu. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan sabda beliau:”Hingga jarak antara dia dan surga hanya sejengkal”, yakni kedekatan ajalnya, bukan kedekatannya pada surga dengan amalannya.

Syaikh `Utsaimin rahimahullah , seorang ulama sunah di abad ini menjelaskan maksud hadits ini, “Amalan ahli surga yang dia amalkan hanya sebatas dalam pandangan manusia, padahal amalan ahli surga yang sebenarnya menurut Allah, belumlah ia amalkan. Jadi yang dimaksud dengan `tidak ada jarak antara dirinya dengan surga melainkan hanya sehasta` adalah begitu dekatnya ia dengan akhir ajalnya.”

Sedangkan maksud hadits, “Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka,” artinya, kemudian orang tersebut meninggalkan ( kebiasaan ) amalan ahli surga yang sebelumnya dia amalkan. Hal itu disebabkan adanya sesuatu yang merasuk ke dalam hatinya yang menjerumuskan orang tersebut ke dalam neraka.

Hal ini perlu diperjelas agar tidak ada prasangka buruk terhadap Allah ta`ala. Karena seorang hamba yang melaksanakan amalan ahli surga dan ia melakukannya dengan jujur dan penuh keikhlasan, maka Allah tidak akan menelantarkannya. Allah pasti memuliakan orang-orang yang beribadah kepada-Nya. Namun bencana dalam hati bukan merupakan suatu perkara yang mustahil, bisa muncul dalam diri siapa saja yang tidak teguh pendirianya. Semoga Allah melindungi kita dari hal ini .

Contoh kisah untuk memperjelas hadits ini yang terjadi di zaman nabi shalallahu `alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:

Ada seorang sahabat Rasulullah shalallahu`alaihi wa sallam yang bersama beliau dalam suatu peperangan. Sahabat ini tidak pernah melewatkan kesempatan untuk membunuh lawan melainkan ia pasti melakukannya, sehingga orang-orang merasa takjub melihat keberaniannya dan mereka berkata, “Dialah yang beruntung dalam peperangan ini.” Lalu Nabi shalallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Dia termasuk ahli Neraka.”

Pernyataan Rasulullah ini menjadi perkara besar bagi para sahabat radhiallahu `anhum dan membuat mereka bertanya-tanya keheranan. Maka seseorang diantara mereka berkata, “Aku akan mengikutinya kemanapun dia pergi.”

Kemudian orang yang pemberani ini terkena panah musuh hingga ia berkeluh kesah. Dalam keadaan itu ia mencabut pedangnya, kemudian ujung pedangnya ia letakkan pada dadanya, sedangkan genggaman pedangnya ia letakkan di tanah, lalu ia menyungkurkan dirinya (ke arah depan), hingga pedang tersebut menembus punggungnya (alias ia bunuh diri). Na`udzu billah.

Orang yang mengikutinya tadi datang menghadap Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi seraya berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”

“Kenapa engkau katakan itu?” sabda Rasulullah.

Ia berkata, “Sesungguhnya orang yang engkau katakan tentangnya dia termasuk ahli neraka, telah melakukan suatu tindakan (bunuh diri, ed.).” Maka setelah itu Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya orang itu telah beramal dengan amalan ahli surga pada pandangan manusia, padahal sebenarnya ia penduduk neraka.” (HR. Bukhari (no.2898) dan Muslim (no.112))

Kisah lain adalah seorang sahabat yang bernama al-Ushairim dari kabilah `Abdul Asyhal dari kalangan Anshar. Dahulu ia dikenal sebagai penghalang sekaligus musuh dakwah Islam. Tatkala para sahabat pergi ke perang Uhud, Allah memberikan ilham kepadanya berupa iman, lalu ia ikut berjihad dan berakhir dengan mati syahid. Setelah perang selesai, orang-orang mencari para korban dan mendapatkan Ushairin dalam keadaan terluka.

Para sahabat bertanya, “Wahai Ushairin, apa yang menndorongmu berbuat seperti ini, apakah untuk membela kaummu ataukah kecintaanmu terhadap Islam?”

Ia menjawab, “Bahkan karena kecintaanku terhadap Islam.”

Sebelum wafatnya, ia meminta untuk disampaikan salamnya kepada Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam.

Maka, meskipun dulunya Ushairin ini buruk dan suka mendzalimi kaum muslimin, namun karena hatinya yang baik, Allah jadikan dia orang yang mati di medan jihad.

Wallahu a’lam, semoga kita termasuk ke dalam hamba-hamba-Nya yang senantiasa meluruskan niat dan ikhlas dalam beramal, semoga Allah mematikan kita dalam keadaan khusnul khatimah. Aamiin

Son dc/06/01/2013

Referensi : abatasa.com,  syababpetarukan.wordpress.com

Belajar dari kisah Iman Abu Dawud, Mengambil Pedoman Hidup

Belajar dari kisah Iman Abu Dawud, Mengambil Pedoman Hidup

 Religious

 

 

 

 

 

 

 

 

Nama asli beliau adalah Sulaiman bin ‘As’as bin Ishak bin Basyir. Beliau adalah seorang Ulama besar dari Sijistan (Asia Tengah). Lahir tahun 208 H (817 M), sejak kecil beliau banyak belajar dari Ulama hingga berkelana ke Hijjaz, Syam, dan Kurasan.

Salah satu guru beliau adalah Imam Ahmad bin Hambal. Banyak yang mengatakan bahwah Imam Abu Dawud mirip dengan Imam Ahmad. Karena memang beliau banyak ber-talaqi dari Imam Ahmad dan juga tinggal bersama Imam Ahmad. Sebuah kecenderungan bahwa seseorang akan seperti Siapa yang ia cintai. Inilah wujud mengidolakan, dimana segala tindak tanduk mulia dari sang idola menjadi panutan yang serasa tidak hanya bergengsi saat bisa menyamainya.

Imam Abu Dawud jika berpakaian unik, Salah satu lenganya lebar dan yang satunya kecil seperti biasa. Salah satu ciri khas beliau bahwa beliau membawa kitab yang beliau pelajari dalam lenganya yang lebar. Menggambarkan sifat beliau yag sangat haus dengan ilmu, beliau kemana-mana banyak membawa kitab, dan beliau adalah orang yang terkenal memuliakan para Ulama. Barangkali ini tidak kita rasakan sekarang, ketika banyak ustadz yang saling mencela. Astaghfirullahalazim.

Suatu hari seorang bernama Sahal datang kepada beliau, mendatangi rumah dan meminta diijinkan masuk. Imam Abu Dawud menyambut mempersilakan masuk dan Sahalpun mengutarakan satu permintaan lagi. Sahal mengatakan, “ Aku ada permintaan dan kamu harus berjanji untuk memenuhinya.” Beliau, Imam Abu Dawud mengiyakan permintaanya. Sebagaimana kita tahu bahwa Imam Abu Dawud adalah orang yang paling banyak menghafalkan Hadits, Sahal meminta beliau untuk menjulurkan lidahnya. Sebuah pemandangan yang unik, bagaimana sahal kemudian mencium lidah beliau. Satu hal yang orang awam barangkali mengatakan jijik, atau sesuatu yang gila, tapi bukanlah hal yang aneh sebenarnya karena itu adalah lidah yang terjaga baik fisik maupun maknawiyahnya. Sebagaimana beliau sangat memuliakan para ulama, beliaupun sangat dimuliakan manusia.

Imam Abu Dawud adalah seorang yang sangat memuliakan Ilmu, hingga beliau adalah orang yang dikaruniai Allah Ilmu yang luas. Amir, utusan Khalifah suatu hari datang kepada beliau dengan tiga keperluan.

  1. Imam Abu Dawud diminta pindah ke Basyrah (yaitu daerah perkotaan yang lebih mudah diakses) agar orang-orang yang mau berguru pada beliau lebih mudah datang menemui beliau.
  2. Amir membawa perintah untuk Imam Abu Dawud agar mengajarkan Kitab Sunan Abu Dawud pada keluarga Khalifah
  3. Imam Abu Dawud diperintahkan untuk membuka majelis tersendiri yang khusus untuk anak-anak Khalifah

Dari ketiga permintaan tersebut, dua permintaan pertama dikabulkan dan yang ketiga ditolak. Beliau memaparkan bahwa semua manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu. Untuk anak- khalifahpun adalah sama kedudukanya dan beliau tidak menjadikan perlakuan spesial diatas perlakuan kepada yang lainya.

Setelah hidup penuh dengan kegiatan ilmu, mengumpulkan dan menyebarluaskan hadits, Abu Dawud wafat di Basrah, tempat tinggal atas per-mintaan Amir sebagaimana yang telah diceritakan. la wafat tanggal 16 Syawal 275 H. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridanya kepada-nya.

Seorang Ulama besar, ahli hadits tak sekedar meninggalkan gading yang berharha, beliau meninggalkan karya-karya besar sebagaiana kebesaran jiwa beliau. Beliau adalah penghafal 500.000 hadits yang diseleksi  dan 4.800 diantaranya termuat dalam Kitab Sunan Abu Dawud.

Kitab karangan Abu Dawud

Abu Dawud mempunyai karangan yang banyak, antara lain:

1. Kitab as-Sunan

2. Kitab al-Marasil

3. Kitab al-Qadar

4. An-Nasikh Wal Mansukh

5. Fada’ilul A’mal

6. Kitab az-Zuhud

7. Dalailun Nubuwah

8. Ibtida’ul Wahyu

9. Ahbarul Khawarij

Di antara kitab tersebut, yang paling populer adalah kitab as-Sunan, yang biasa dikenal dengan Sunan Abu Dawud. Tidak seperti kitab Shahih Bukhari atau Shahih Muslim yang berisikan Hadits-hadits shahih saja, termasuk di dalamnya adalah Hadits yang hasan, bahkan Dhoif. Kelebihanya adalah didalamnya dijelaskan kenapa derajat hadits tersebut Shahih, kenapa Hasan, kenapa juga dhoif.

Diantara yang terkenal dari yang beliau sampaikan adalah mengenai pedoman hidup. Ada empat Hadits yang jika dipegang oleh seorang muslim maka cukuplah menjadi pedoman untuknya, hadits tersebut adalah :

  1. Hadits tentang niat

Amirul mukminin, Umar bin khathab radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.

Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits.

Hadits ini adalah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad.

Hadits ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’ mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.

Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya”.

Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka adalah para Imam.

Pertama : Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini dapat diketahui dari susunan kalimatnya.

Misalnya, kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun” (Engkau (Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman). (QS. Ar-Ra’d : 7)

Kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hanyalah menyampaikan ancaman dari Allah, tidak mempunyai tugas-tugas lain. Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak sekali tugas, seperti menyampaikan kabar gembira dan lain sebagainya. Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal hayatud dunyaa la’ibun walahwun” à “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36)

Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan dapat menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.

Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam. Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.

Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam

Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” menurut penetapan ahli bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.

Hadits ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais. Wallahu a’lamHadits tentang meninggalkan yang tidak bermanfaat

2. Hadits mengenai meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ

[حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا]

Dari Abu Hurairah radhiallahunhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya .

(Hadits Hasan riwayat Turmuzi dan lainnya)

Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Qurrah bin ‘abdurrahman dari Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dan sanad-sanadnya ia nyatakan shahih. Tentang Hadits ini ia berkata : “Hadits ini kalimatnya pendek tetapi padat berisi”. Semakna dengan Hadits ini adalah ucapan Abu Dzar pada beberapa riwayatnya: “Barang siapa yang menilai ucapan dengan perbuatannya, maka dia akan sedikit bicara dalam hal yang tidak berguna bagi dirinya”.
Imam Malik menyebutkan bahwa sampai kepadanya keterangan bahwa seseorang berkata kepada Luqman : “Apa yang menjadikan engkau mencapai derajat yang kami saksikan sekarang?” Jawabnya : “Berkata benar, menunaikan amanat dan meninggalkan apa saja yang tidak berguna bagi diriku”.

Diriwayatkan dari Imam Al Hasan, ia berkata : “Tanda bahwa Allah menjauh dari seseorang yaitu apabila orang itu sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna bagi kepentingan akhiratnya”. Ia berkata bahwa Abu Dawud berkata : “Ada 4 Hadits yang menjadi dasar bagi tiap-tiap perbuatan, salah satunya adalah Hadits ini”.

3. Hadits tentang halal dan haram

عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ  لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ   مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ  أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

[رواه البخاري ومسلم]

Artinya :

Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir r.a dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati. (Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim).

Hadits ini merupakan salah satu pokok syari’at Islam. Abu Dawud As Sijistani berkata, “Islam bersumber pada empat (4) hadits.” Dia sebutkan diantaranya adalah hadits ini. Para ulama telah sepakat atas keagungan dan banyaknya manfaat hadits ini.

Kalimat, “Sesungguhnya yang Halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar” maksudnya segala sesuatu terbagi kepada tiga macam hokum. Sesuatu yang ditegaskan halalnya oleh Allah, maka dia adalah halal, seperti firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5 : 5),”Aku Halalkan bagi kamu hal-hal yang baik dan makanan (sembelihan) ahli kitab halal bagi kamu” dan firman-Nya dalam (QS. An-Nisaa 4:24), “Dan dihalalkan bagi kamu selain dari yang tersebut itu” dan lain-lainnya. Adapun yang Allah nyatakan dengan tegas haramnya, maka dia menjadi haram, seperti firman Allah dalam (QS. An-Nisaa’ 4:23), “Diharamkan bagi kamu (menikahi) ibu-ibu kamu, anak-anak perempuan kamu …..” dan firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5:96), “Diharamkan bagi kamu memburu hewan didarat selama kamu ihram”. Juga diharamkan perbuatan keji yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Setiap perbuatan yang Allah mengancamnya dengan hukuman tertentuatau siksaan atau ancaman keras, maka perbuatan itu haram.

Adapun yang syubhat (samar) yaitu setiap hal yang dalilnya masih dalam pembicaraan atau pertentangan, maka menjauhi perbuatan semacam itu termasuk wara’. Para Ulama berbeda pendapat mengenai pengertian syubhat yang diisyaratkan oleh Rasulullah . Pada hadits tersebut, sebagian Ulama berpendapat bahwa hal semacam itu haram hukumnya berdasarkan sabda Rasulullah, “barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya”. Barangsiapa tidak menyelamatkan agama dan kehormatannya, berarti dia telah terjerumus kedalam perbuatan haram. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hal yang syubhat itu hukumnya halal dengan alas an sabda Rasulullah, “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang” kalimat ini menunjukkan bahwa syubhat itu halal, tetapi meninggalkan yang syubhat adalah sifat yang wara’. Sebagian lain lagi berkata bahwa syubhat yang tersebut pada hadits ini tidak dapat dikatakan halal atau haram, karena Rasulullah menempatkannya diantara halal dan haram, oleh karena itu kita memilih diam saja, dan hal itu termasuk sifat wara’ juga.

Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits dari ‘Aisyah, ia berkata : “Sa’ad bin Abu Waqash dan ‘Abd bin Zam’ah mengadu kepada Rasulullah tentang seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata : Wahai Rasulullah anak laki-laki ini adalah anak saudara laki-lakiku.’Utbah bin Abu Waqash. Ia (‘Utbah) mengaku bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya. Lihatlah kemiripannya” sedangkan ‘Abd bin Zam’ah berkata; “ Wahai Rasulullah, Ia adalah saudara laki-lakiku, Ia dilahirkan ditempat tidur ayahku oleh budak perempuan milik ayahku”, lalu Rasulullah memperhatikan wajah anak itu (dan melihat kemiripannya dengan ‘Utbah) maka beliau Rasulullah bersabda : “Anak laki-laki ini untukmu wahai ‘Abd bin Zam’ah, anak itu milik laki-laki yang menjadi suami perempuan yang melahirkannya dan bagi orang yang berzina hukumannya rajam. Dan wahai Saudah, berhijablah kamu dari anak laki-laki ini” sejak saat itu Saudah tidak pernah melihat anak laki-laki itu untuk seterusnya.

Rasulullah telah menetapkan bahwa anak itu menjadi hak suami dari perempuan yang melahirkannya, secara formal anak laki-laki itu menjadi anak Zam’ah. ‘Abd bin Zam’ah adalah saudara laki-laki Saudah, istri Rasulullah , karena Saudah putrid Zam’ah. Ketetapan semacam ini berdasarkan suatu dugaan yang kuat bukan suatu kepastian. Kemudian Rasulullah menyuruh Saudah untuk berhijab dari anak laki-laki itu karena adanya syubhat dalam masalah itu. Jadi tindakan ini bersifat kehati-hatian. Hal itu termasuk perbuatan takut kepada Allah SWT, sebab jika memang pasti dalam pandangan Rasulullah anak laki-laki itu adalah anak Zam’ah, tentulah Rasulullah tidak menyuruh Saudah berhijab dari saudara laki-lakinya yang lain, yaitu ‘Abd bin Zam’ah dan saudaranya yang lain.

Pada Hadits ‘Adi bin Hatim, ia berkata : “Wahai Rasulullah, saya melepas anjing saya dengan ucapan Bismillah untuk berburu, kemudian saya dapati ada anjing lain yang melakukan perburuan” Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu makan (hewan buruan yang kamu dapat) karena yang kamu sebutkan Bismillah hanyalah anjingmu saja, sedang anjing yang lain tidak”. Rasulullah memberi fatwa semacam ini dalam masalah syubhat karena beliau khawatir bila anjing yang menerkam hewan buruan tersebut adalah anjing yang dilepas tanpa menyebut Bismillah. Jadi seolah-olah hewan itu disembelih dengan cara diluar aturan Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya hal itu adalah perbuatan fasiq” (QS. Al-An’am 6:121)

Dalam fatwa ini Rasulullah menunjukkan sifat kehati-hatian terhadap hal-hal yang masih samar tentang halal atau haramnya, karena sebab-sebab yang masih belum jelas. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah , “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu untuk berpegang pada sesuatu yang tidak meragukan kamu”

Sebagian Ulama berpendapat, syubhat itu ada tiga macam :

1. Sesuatu yang sudah diketahui haramnya oleh manusia tetapi orang itu ragu apakah masih haram hukumnya atau tidak. à misalnya makan daging hewan yang tidak pasti cara penyembelihannya, maka daging semacam ini haram hukumnya kecuali terbukti dengan yakin telah disembelih (sesuai aturan Allah). Dasar dari sikap ini adalah hadits ‘Adi bin Hatim seperti tersebut diatas.

2. Sesuatu yang halal tetapi masih diragukan kehalalannya, à seperti seorang laki-laki yang punya istri namun ia ragu-ragu, apakah dia telah menjatuhkan thalaq kepada istrinya atau belum, ataukah istrinya seorang perempuan budak atau sudah dimerdekakan. Hal seperti ini hukumnya mubah hingga diketahui kepastian haramnya, dasarnya adalah hadits ‘Abdullah bin Zaid yang ragu-ragu tentang hadats, padahal sebelumnya ia yakin telah bersuci.

3. Seseorang ragu-ragu tentang sesuatu dan tidak tahu apakah hal itu haram atau halal, dan kedua kemungkinan ini bisa terjadi sedangkan tidak ada petunjuk yang menguatkan salah satunya. Hal semacam ini sebaiknya dihindari, sebagaimana Rasulullah pernah melakukannya pada kasus sebuah kurma yang jatuh yang beliau temukan dirumahnya, lalu Rasulullah bersabda : “Kalau saya tidak takut kurma ini dari barang zakat, tentulah saya telah memakannya”

Adapun orang yang mengambil sikap hati-hati yang berlebihan, seperti tidak menggunakan air bekas yang masih suci karena khawatir terkena najis, atau tidak mau sholat disuatu tempat yang bersih karena khawatir ada bekas air kencing yang sudah kering, mencuci pakaian karena khawatir pakaiannya terkena najis yang tidak diketahuinya dan sebagainya, sikap semacam ini tidak perlu diikuti, sebab kehati-hatian yang berlebihan tanda adanya halusinasi dan bisikan setan, karena dalam masalah tersebut tidak ada masalah syubhat sedikitpun. Wallahu a’lam.

Kalimat, “kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” maksudnya tidak mengetahui tentang halal dan haramnya, atau orang yang mengetahui hal syubhat tersebut didalam dirinya masih tetap menghadapi keraguan antara dua hal tersebut, jika ia mengetahui sebenarnya atau kepastiannya, maka keraguannya menjadi hilang sehingga hukumnya pasti halal atau haram. Hal ini menunjukkan bahwa masalah syubhat mempunyai hokum tersendiri yang diterangkan oleh syari’at sehingga sebagian orang ada yang berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.

Kailmat, “maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya” maksudnya menjaga dari perkara yang syubhat.

Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua hal :

1. Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran”

2. Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at.

Rasulullah bersabda : “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya” ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.

Kalimat, “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya” yang dimaksud adalah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al-Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya”

Allah menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj 22:46). Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.

Bila kita telah memahami hal diatas, maka kita bisa menangkap dengan jelas sabda Rasulullah , “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.

Kita memohon kepada Allah semoga Dia menjadikan hati kita yang jelek menjadi baik, wahai Tuhan pemutar balik hati, teguhkanlah hati kami pada agama-Mu, wahai Tuhan pengendali hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.

4. Hadits tentang mencintai saudara muslim

عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسْ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، خَادِمُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى  اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه

[رواه البخاري ومسلم]

Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. (Riwayat Bukhori dan Muslim)

Demikianlah di dalam Shahih Bukhari, digunakan kalimat “milik saudaranya” tanpa kata yang menunjukkan keraguan. Di dalam Shahih Muslim disebutkan “milik saudaranya atau tetangganya” dengan kata yang menunjukkan keraguan.

Para ulama berkata bahwa “tidak beriman” yang dimaksudkan ialah imannya tidak sempurna karena bila tidak dimaksudkan demikian, maka berarti seseorang tidak memiliki iman sama sekali bila tidak mempunyai sifat seperti itu. Maksud kalimat “mencintai milik saudaranya” adalah mencintai hal-hal kebajikan atau hal yang mubah. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Nasa’i yang berbunyi :

“Sampai ia mencintai kebaikan untuk saudaranya seperti mencintainya untuk dirinya sendiri”.

Abu ‘Amr bin Shalah berkata : “ Perbuatan semacam ini terkadang dianggap sulit sehingga tidak mungkin dilakukan seseorang. Padahal tidak demikian, karena yang dimaksudkan ialah bahwa seseorang imannya tidak sempurna sampai ia mencintai kebaikan untuk saudaranya sesama muslim seperti mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan melakukan sesuatu hal yang baik bagi diriya, misalnya tidak berdesak-desakkan di tempat ramai atau tidak mau mengurangi kenikmatan yang menjadi milik orang lain. Hal-hal semacam itu sebenarnya gampang dilakukan oleh orang yang berhati baik, tetapi sulit dilakukan orang yang berhati jahat”. Semoga Allah memaafkan kami dan saudara kami semua.

Abu Zinad berkata : “Secara tersurat Hadits ini menyatakan hak persaman, tetapi sebenarnya manusia itu punya sifat mengutamakan dirinya, karena sifat manusia suka melebihkan dirinya. Jika seseorang memperlakukan orang lain seperti memperlakukan dirinya sendiri, maka ia merasa dirinya berada di bawah orang yang diperlakukannya demikian. Bukankah sesungguhnya manusia itu senang haknya dipenuhi dan tidak dizhalimi? Sesungguhnya iman yang dikatakan paling sempurna ketika seseorang berlaku zhalim kepada orang lain atau ada hak orang lain pada dirinya, ia segera menginsafi perbuatannya sekalipun hal itu berat dilakukan.

Diriwayatkan bahwa Fudhail bin ‘Iyadz, berkata kepada Sufyan bin ‘Uyainah : “Jika anda menginginkan orang lain menjadi baik seperti anda, mengapa anda tidak menasihati orang itu karena Allah. Bagaimana lagi kalau anda menginginkan orang itu di bawah anda?” (tentunya anda tidak akan menasihatinya).

Sebagian ulama berpendapat : “Hadits ini mengandung makna bahwa seorang mukmin dengan mukmin lainnya laksana satu tubuh. Oleh karena itu, ia harus mencintai saudaranya sendiri sebagai tanda bahwa dua orang itu menyatu”.

Seperti tersebut pada Hadits lain :

“Orang-orang mukmin laksana satu tubuh, bila satu dari anggotanya sakit, maka seluruh tubuh turut mengeluh kesakitan dengan merasa demam dan tidak bisa tidur malam hari”.

Wallahu a’lam