Category Archives: tausiyah

Mencoba Lebih Dewasa dalam Berjamaah #1

???????????????????????????????

Bergembiralah berkumpul bersama dengan orang-orang yang benar

Alangkah gembiranya kiranya, orang yang memenuhi wajahnya dengan raut senyum. Sebagaimana kita tahu,untuk tersenyum hanya membutuhkan kontraksi 17 otot wajah dibandingkan dengan memasang wajah cemberut yang membutuhkan 43 otot. Tersenyum bisa dilakukannya secara sadar ataupun tidak sadar yang dipandang sebagai suatu bentuk kebahagian dan keramahan. Sedangkan cemberut umumnya menunjukkan kesedihan atau ketidaksetujuan.

Kebahagiaan akan didapati seseorang saat aspek yang mendominasi niatannya dicapainya. Itulah keinginan paling agung yang ia cita-citakan, sekalipun untuk mencapainya betapa jerih payah menggelamutinya. Sekalipun berat di tengah-tengah persoalan, tapi simpul senyum akan selalu tergambar di wajahnya karena ia sadar bahwa jerih payahnya adalah untuk kebahagiaan masa mendatang. Sebegitu besar kebahagiaan yang ingin ia gapai, ia akan merelakan dirinya melebur bersama dengan persoalan-persoalan berat dan bergelut dengan khalayak karena pada hakekatnya itu adalah sebuah perlombaan untuk memenangkan sang kebahagiaan.

Makna kebahagian pernah diungkapkan oleh Hujjatul Islam, Imam Ibnu Taimiyah  rahimahullah, “Apa yang bisa dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku dan tamanku ada di hatiku…bila aku berjalan maka ia bersamaku dan tidak pernah berpisah dariku…. Penjaraku adalah kesendirianku (dengan Rabbku)…kematianku adalah syahadah (syahid)….pengusiranku dari negeriku adalah wisata bagiku.” Betapa dalam perkataan ini Imam Ibnu Taimiyah menggambarkan bahwa kebahagiaan itu letaknya ada dalam hati. Ialah nikmat iman yang tertanam dalam dalam hati.

Marilah kita mengingat perkataan Umar bin Khatab radhiallahu’anhu, beliau mengatakan: “tidaklah aku mendapat nikmat yang lebih baik dari nikmat keislamanku selain nikmat memiliki saudara (semuslim) yang shalih. Jika kalian mendapatkan hangatnya persahabatan dari saudaramu sesama muslim, maka peganglah erat-erat hal itu”.

Cukuplah apa yang dikatakan oleh Al Faruq sebagai ungkapan syukur kita atas nkmat kebersamaan kita bersama dengan orang-orang yang benar. Ialah saudara muslim kita, betapa menjadi penyejuk di tengah terik persoalan kita, menjadi benteng di tengah serangan godaan nafsu, menjadi penguji keimanan kita ditengah nikmat yang bergelimangan.

Allah SWT berfirman dalam Q.S. At Tawbah : 119

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan senantiasalah bersama dengan orang-orang yang benar.(At Tawbah : 119)

Al imam Jalaludin al suyuti mengatakan, ayat ini berkaitan dengan ketidak ikut sertaan tiga orang sahabat utama dalam sebuah kampanye dakwah rasulullah saat menyambut 200.000,- pasukan Romawi di medan Tabuk (perang tabuk). Ialah Hilal bin Umayah, Murarah bin Rabi’ah, dan Kaab bin Malik. Ketidakikutsertaan mereka bukan karena kemunafikan, tapi hanya karena kemalasan hingga Kaab menunda keberangkatannya. Ia merasa bahwa kudanya adalah kendaraan plihan hingga ia pasti akan bisa menyusuli pasukan Rasulullah di perkemahan. Pada akhirnya Kaab tidak mendapati Rasulullah berkemah di sepanjang perjalanan. Ia tertinggal dan betapa perkara yang sangat berat disaat semua orang muslimin berjihad fisabilillah sementara ia tertinggal. Ditambah lagi ia harus kembali ke Madinah sementara hanya tersisa orang-orang munafik yang tinggal di sana karena rasulullah memberangkatkan semua sahabat setianya.

Sungguh berat mengatakan pada Rasulullah perihal ketidakberangkatannya. Kaab adalah salah satu sahabat terbaik yang dimiliki Rasulullah, ia adalah teladan bagi sahabat-sahabat yang lain. Maka ketidakberangkatannya dalam medan Tabuk bukanlah perkara yang remeh. Tidak seperti kebanyakan orang-orang munafik yang membuat-buat alasan, ialah Kaab yang sepenuhnya sadar dengan kesalahannya menghadap rasulullah saw, bahwa kesalahannya adalah dosa besar hingga rasulullah mengatakan kepadanya, “tunggulah sampai Allah sendiri yang memaafkanmu”.

Betapa berat dikucilkan dalam batas waktu yang tidak ditentukan, “sampai Allah sendiri yang memaafkanmu”. Kaab diboikot oleh seluruh sahabat termasuk istrinya sendiri, tidak seorangpun boleh menyapa bahkan menjawab salamnya. Ini adalah sebuah pelajaran besar bagi para sahabat ketika itu, dan untuk muslimin semuanya betapa berat persoalan itu. Pada akhirnya Kaab bin Malik tetap bersabar dan senantiasa bertaubat hingga ia bisa melalui ujian itu setelah 50 hari tanpa bertegursapa dengan seorang saudara seiman bahkan 10 hari terakhir ia diminta menjauhi istrinya. Hal yang sama dialami dua orang sahabat lainnya, Murarah dan Hilal, betapa mereka adalah orang-orang yang teruji kesabaran dan komitmennya.

Kaab kemudian mengucapkan syukurnya, terlukis dari penuturannya,

Rasulullah menyampaikan berita itu kepada shahabat-shahabatnya seusai shalat shubuh bahwa Allah telah mengampuni aku dan dua orang shahabatku. Berlomba-lombalah orang mendatangi kami, hendak menceritakan berita germbira itu. Ada yang datang dengan berkuda, ada pula yang datang dengan berlari dari jauh mendahului yang berkuda. Sesudah keduanya sampai di hadapanku, aku berikan kepada dua orang itu kedua pakaian yang aku miliki. Demi Allah, saat itu aku tidak memiliki pakaian kecuali yang dua itu.

Aku mencari pinjaman pakaian untuk menghadap Rasullah. Ternyata Kaab telah disambut banyak orang dan dengan serta merta mereka mengucapkan selamat kepadaku. Demi Allah, tidak seorang pun dari muhajirin yang berdiri dan memberi ucapan selamat selain Thal’ah. Sikap Thalhah itu tak mungkin aku lupakan. Sesudah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah, mukanya tampak cerah dan gembira, katanya kemudian, “Bergembiralah kau atas hari ini! Inilah hari yang paling baik bagimu sejak kau dilahirkan oleh ibumu!”

“Apakah dari Allah ataukah dari engkau ya Rasulullah?” tanyaku sabar.

“Bukan dariku! Pengampunan itu datangnya dari Allah!” jawab Rasul saw.

Demi Allah, aku belum pernah merasakan besarnya nikmat Allah kepadaku sesudah Dia memberi hidayah Islam kepadaku, lebih besar bagi jiwaku daripada sikap jujurku kepada Rasulullah saw.”

Ka’ab lalu membaca ayat pengampunannya itu dengan penuh haru dan syahdu, sementara air matanya berderai membasahi kedua pipinya.

“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian, Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah:118)

Saudaraku, apa yang bisa kita petik dari apa yang dialami Kaab dan dua sahabat lainnya adalah sebuah pesan taqwa dan kedewasaan dalam berjamaah yaitu bersabar menjad bagian orang-orang yang benar. Terangkum dalam lanjutan ayat berikutnya,

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan senantiasalah bersama dengan orang-orang yang benar”.(At Tawbah : 119)

Serial 2 Apa Kata Cinta, Cinta itu menghampirimu berkelanjutan

loveHari ini sudah berbuat kebaikan apa ya.. tadi pagi sebelum subuh aku sudah nyemplungin kotak amal di masjid, terus shalat subuh jamaah di masjid, terus dzikir, lanjut tilawah, terus membantu ibu memasak, terus tadi berangkat ke kampus bantuin orang nyeberang jalan, sampe kampus shalat dhuha, abis itu,,, abis itu,,,, apa lagi ya.. kok lupa aku.. (lagi sibuk ngitungin amal, hehehe kaya bang Majid di salah satu tayangan TV yang sibuk mencatat sedekahnya).

Pernah tidak saudaraku melakukan hal semacam ini? Lebih sensasional kalau kita berani menyebutkan keburukan-keburukan yang kita lakukan dari bangun tidur sampai bangun lagi. So.. mana yang lebih banyak.  Kebiasaan orang banyak mengingat-ingat kebaikannya sendiri dan cepat melupakan keburukanya walaupun sebenarnya terbayang-bayang.

Nah, pernahkan kita menghitung detail nikmat-nikmat Allah barang satu jam terakhir saja?  Karunia dua bola mata ini saja katakanlah ada yang mau menukar dengan dunia seisinya, tidak akan mengira ada yang mau. Kesadaran manusia akan setiap karunia yang ia dapati akhirnya menentukan seberapa besar ia akan berterimakasih pada Tuhannya.

Manusia hanya dituntut untuk bersyukur saja. Itu sudah diberikan kecukupan oleh Allah, bahkan diapresiasi dengan sekian banyak bonus. Kita tidak diminta membeli karunia-Nya, bahkan menghitung saja tidak mampu kita. Toh seandainya kita mampu menghitung, lantas mau membeli dengan apa nikmat-nikmat itu?

Bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah uang, makanan dan harta mewah. Padahal kondisi sehat yang Allah beri dan waktu luang pun nikmat. Bahkan untuk sehat jika kita bayar butuh biaya yang teramat mahal. Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan.

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Sayangnya, kebanyakan manusia itu kolot, mengukur nikmat dengan kesenangan-kesenangan dzohir, yang nampak saja. Belum dibilang nikmat kalau belum bisa melakukan ini itu. Maka tidak pernah terpuaskan nafsu manusia itu.

Dari sebuah artikel dalam situs Muslim.Or.Id‘, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa nikmat itu ada 3 macam.

Pertama, adalah nikmat yang nampak di mata hamba.

Kedua, adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya.

Ketiga, adalah nikmat yang tidak dirasakan.

Ibnul Qoyyim menceritakan bahwa ada seorang Arab menemui Amirul Mukminin Ar Rosyid. Orang itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin. Semoga Allah senantiasa memberikanmu nikmat dan mengokohkanmu untuk mensyukurinya. Semoga Allah juga memberikan nikmat yang engkau harap-harap dengan engkau berprasangka baik pada-Nya dan kontinu dalam melakukan ketaatan pada-Nya. Semoga Allah juga menampakkan nikmat yang ada padamu namun tidak engkau rasakan, semoga juga engkau mensyukurinya.” Ar Rosyid terkagum-kagum dengan ucapan orang ini. Lantas beliau berkata, “Sungguh bagus pembagian nikmat menurutmu tadi.” (Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, terbitan, Darul ‘Aqidah, hal. 165-166).

Jika kita mengamati pemulung yang sedang memunguti sampah di jalanan, jarang kita dapati mereka terlihat gelisah. Terkadang ada yang asyik bercanda pula saat bersama dengan yang lain. Kita cermati anak-anak jalanan di pinggiran kota, bahkan di bawah kolom jembatan. Kita masih mendapati mereka riang bermain mengabaikan hiruk pikuk dunia kota yang tidak jelas memberikan keadilan. Tidak banyak yang mereka miliki tapi mereka mempunyai Tuhan yang mempunyai banyak hal. Kalahkah kita dengan syukur ala pinggiran kota ini?

Di suatu malam Hasan al-Bashri membaca firman Allah SWT:

وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitung jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl [16] : 18).

Dan beliau terus mengulang-ulang membacanya hingga masuk waktu pagi.

Kemudian beliau ditanya terkait hal tersebut. Beliau menjawab: “Sungguh padanya ada tempat mengambil pelajaran, sebab kemanapun kami mengarahkan pandangan mata, pasti ia mengenai sebuah nikmat. Dan kami tidak mengetahui nikmat-nikmat Allah yang jumlahnya jauh lebih banyak dari yang telah kita ketahui.”

Cinta identik dengan memberi, maka betapa setiap nikmat Allah itu pemberian yang maha agung. Inilah rahmat, kasih sayang Allah pada hamba-Nya yang beriman dan bersyukur. Bahkan manusia yang tidak pernah bersyukur sekalipun diberikan keadilan. Mereka yang bersungguh-sungguh dalam usahanya tetap Allah berikan balasan sekedarnya. Bagi mereka yang beriman, karunia-Nya mengalir terus tanpa batas. Setiap kali hamba bersyukur semakin bertambah besar bonusnya, bertambah terus bagaikan tabungan yang berbunga berlipat-lipat.  Katakanlah tak kita dapati sebagian besar di dunia, pastinya Allah janjikan Doorprize di surga-Nya. Semakin orang menyadari nikmat dari Tuhannya, semakin ia merasa kecil di hadapan-Nya, semakin ia bersujud syukur kepada-Nya, semakin besar lagi nikmat itu didatangkan lagi padanya.

Bukankah cinta itu senantiasa menghampirimu berkelanjutan..?

Son dc terinspirasi/12/01/2013

Ketika yang memimpin berbuat kemusyrikan

Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka. ( QS. Al Mu’min 40:82 )

312422_514433155255434_1283766320_n

Gambar ini dinukil dari Sebuah jejaring Islamedia ,jazakumullah khoir banyak memberikan inspirasi.

Ada-ada saja tingkah para pemimpin negeri ini. Melihat banyak kejadian lucu yang tersaji di media akan polah tingkah pemimpin negeri ini membuat kita geli tapi juga miris. Adakah negeri ini akan menemukan kemakmuranya? Setelah kisruh di rapat  DPR, dualisme PSSI dan KPSI, begitu banyak lagi kejadian lusu di negeri ini, baru-baru ini dua kejadian yang tidak lama berselang, masih ada saja pemipin sekelas walikota bahkan menteri berbuat bodoh dengan mencari keberkahan dari siraman kembang. Sungguh tragis, orang berkelas yang banyak dijadikan panutan mayarakat justru malah memberikan contoh perilaku yang menyesatkan.

“Pada hari ketika wajah mereka dibolak-balikkan di dalam neraka, mereka berkata: sekiranya kami mentaati Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka berkata: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan
kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan kami, timpakan kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.” (Al-Ahzab: 66-68)

Pers rilis REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  Ahad 6 Januari 2012 menyatakan Upaya menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, meruwat mobil listrik Ferrari Tucuxi miliknya. Setelah prosesi ruwatan, mobil senilai Rp 1,5 miliar itu menabrak tebing di Magetan  saat dikendarai dari Sol. Alhasil, mobil yang sudah dicuci denga air kembang dari empat penjuru mata angin itu malah ringsek. “Saya tidak tahu ruwatan itu apa. Tapi, tidak perlu mobil diruwat,” imbaunya.

Sebelumnya, Dahlan membuat sensasi aneh dengan menggelar upacara klenik. Dalam rilis yang diterima Republika, Sabtu (5/1), mobil listrik Tucuxi akan diruwat di Solo dalam sebuah upacara mandi kembang yang dilakukan dalang terkenal Ki Manteb Sudarsono. ”

Acara Muruwat Kolo itu dilakukan agar Mobil Tucuxi terhindar dari Segala bahaya, bala dan fitnah dari manapun,” kata keterangan itu. “Upacara Muruwat Kolo tersebut akan diadakan tepat pada pukul 13:11 WIB. Karena, menurut hitungan Tahun Soko, itu saat yg paling tepat untuk upacara Murwat Kolo.”

Hal yang sama dilakukan Jokowi saat masih berstatus sebagai Walikota Solo belum lama ini. Mobil ESEMKA karya anak negeri diuwat dengan dimandikan kembang menjelang uji emisi. Alhasil ESEMKA yang banyak dibanggakan itu gagal lolos uji emisi.

Negeri ini cukup tergambarkan carut marutnya dari gambaran pemimpinya. Kalau yang melakukan ruwatan itu adalah warga kampung pedalaman yang masih belum banyak mengenal peradaban barangkali akan menjadi sesuatu yang wajar. Tapi ini sudah keterlaluan, yang melakukan ruwatan walinya perkotaan, menterinya BUMN,  bahkan anak TPA saja tahu itu perbuatan musyrik dan dilaknati Allah. Kesombongan apa yang melatari mereka begitu yakin akan selamat dari azab Allah.

Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Adalah orang-orang yang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka. ( QS. Al Mu’min 40:82 )

Setidaknya ada dua kemungkinan yang melatar belakangi tingkah polah tak lazim ini. Yang pertama bisa jadi ia memang tidak faham dengan yang mereka lakukan itu adalah pelanggaran besar dalam agama ini. Itu mengindikasikan mereka bukan muslim yang baik karena belum banyak perhatianya pada agama yang menjadi keyakinanya. Atau kemungkinan kedua bahwa sesungguhnya mereka tahu bahwa itu salah, tapi lebih menonjolka kepentingan sensasi dan popularitas kemudian mereka berani melanggar . keduanya alasan yang cukup berbeda dan keduanya adalah jahiliyah.

Berkenaan dengan ini Syekh Utsaimin rahimahullah memberikan  penjelasan tentang kisah-kisah umat terdahulu. Beliau mengatakan Sesungguhnya dalam menyikapi kisah-kisah tersebut dan semisalnya manusia terbagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama mereka yg mengetahui dan mengenal Allah beserta tanda-tanda kekuasaan-Nya yg terjadi kemudian mereka mengambil pelajaran dari kejadian yg dialami orang-orang yg telah lalu hingga mereka kembali kepada Allah takut sangat takut apabila mereka tertimpa apa yg telah menimpa orang-orang terdahulu. Allah berfirman ‘Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yg sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang non muslim akan menerima seperti itu.’ .

Adapun kelompok kedua kelompok yg jahil dan tidak mengenal Allah hati mereka kosong dari keimanan dan keras karena kedurhakaan mereka. Mereka berkata ‘Sesungguhnya kejadian-kejadian itu adalah alamiah’. Sehingga mereka tidak memperhatikannya dan tidak melihat akibat yg datang dari Allah yaitu akibat bagi orang-orang yg mendustakan Allah dan para rasul-Nya. Kita memohon kepada Allah dengan ayat-ayatnya dan dengan asma’-asma ‘ dan sifat-sifat-Nya agar menjadikan kita sebagai orang yg mampu mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan-Nya dan takut akan ancaman dan siksa-Nya. Dan semoga Allah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita sesungguhnya Dia Maha Pemberi.

Sungguh kita menyaksikan betapa jaman ini menyuguhkan akidah diperjualbelikan. Yang terbaik bagi kita adalah menyelamatkan akidah yang saat ini kita pegang. Maka akan muncul pertanyaan, sejak kapan sebenarnya kita ini menjadi orang Islam? Maka jawabanya bukan dengan melihat identitas kita di KTP, coba kita mengukur dari kapan kita mengucapkan syahadat itu dengan penuh kesadaran. Karena itu rukun pertama untuk berislam. Bahwa syahadat adalah ikrar kita, sumpah kita dan janji kita dengan sepenuh hati kita yakini, kita ucapkan dan kita buktikan dengan amal. Bahwa kita berikrar, bersumpah dan berjanji hanya kepada Allah kita mengabdi, menyembah dan meminta. Bahwa Rasulullah SAW adalah figur yang menjadi percontohan kita, yang hanya dengan mencontoh beliau kita akan sampai pada muara untuk berteu dengan Allah, dzat yang paling dirindukan oleh seorang hamba.

Wallahua’lam, mari kita jadikan setiap kejadian yang kita saksikan sebagai pelajaran berharga. Semoga kita termasuk ke dalam golongan hamba yang senantiasa diberikan ketetapan hati.

Agar tetap diteguhkan hati, ingatlah sebuah do’a yang selalu dibaca oleh Nabi. Amalkan do’a tersebut untuk memohon keteguhan dan keistiqomahan dalam menjalani ajaran Islam. Doa yang paling sering dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).” Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,

يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ

Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi no. 3522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Son dc terinspirasi/7/1/2013

Hati-hati Suul Khatimah

 timthumb.php

Yang terbayang oleh kebanyakan orang ketika mengingat kematian adalah ketakutan dan kegelisahan, maka yang tidak pernah gelisah memikirkan bagaimana kematianya, bisa jadi dialah yang termasuk dalam sisa-sia kepedihan.

Tulisan ini menjadi tadzkiroh/pengingat terutama untuk diri saya sendiri dan berbagi dengan segenap saudara yang membacanya.

Pada kenyataanya memang tidak banyak orang yang begitu sering memikirkan keadaanya sendiri di akhir kehidupan. Justru banyak orang-orang yang barangkali merasakan keamanan dan kenyamanan hingga berlomba-lomba menumpuk harta kekayaan untuk kebutuhan keturunanya. Ya, kalau mau berpikir logis, apa yang dipikirkan orang sekaya Carlos Slim Helu tentang hartanya. Tiga kali menempati posisi puncak di daftar ini berturut-turut dari tahun 2010, Kekayaan pebisnis telekomunikasi asal Meksiko ini mencapai US$ 69 miliar.

Bagi orang yang berpikiran terlalu ekstrim kanan, bisa jadi ia akan berpikir tidak ada gunanya menumpuk-numpuk harta jika hanya ditinggal mati. Tapi perlu kita ingat dan tahu, golongan sahabat yang paling mulia, Abu Bakr as Sidq, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, mereka adalah orang-orang dengan jumlah kekayaan yang luar biasa. Bagi orang-orang yang berpikir ekstrim ke kiri bisa jadi berbicara, memangnya siapa yang menjamin makan malammu besuk dengan kekayaan yang sekarang, terus saja kumpulkan kekayaan nanti bisa membeli ferrari, rumah mewah, biar keturunan kita juga kaya nanti. Dua pemikiran yang sangat bebeda jauh tapi keduanya keterlaluan. Dan memang, yang terbaik adalah yang pertengahan. Menjadi kaya harta, juga kaya dalam beramal.

Well, tapi bukan itu yang menjadi fokus pembicaraan. Ada satu hal menarik dimana dalam kondisi orang merasa ideal dalam amal-amalnya yang luar biasa, tapi habis berkesudahan tragis. berbicara tentang kasus di atas, betapa banyak hartawan, konglomerat yang juga rajin sekali bersedekah, investasi amalnya luar biasa, hingga diapun merasa sangat yakin sekali begitu dekat dengan surga. Berbicara kekayaan bukan hanya harta benda. Seorang yang dipanggil orang dengan sebutan ustadz, kyai, sesepuh, pada hakekatnya mereka adalah orang yang kaya. Kaya dengan ilmu, di jaman sekarang juga banyak pula yang kaya bayaranya (mohon maaf, bukan mengkritik, Insyaallah kekayaan di tangan ustadz lebih menjajikan keberkahan).

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا [رواه البخاري ومسلم]

Dari Abi Abdirrahman Abdillah bin Mas’ud radiallahu’anhu, beliau berkata: Kami diberitahu oleh Rasulullah dan beliau adalah orang yang jujur lagi terpercaya – Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Sesungguhnya telah disempurnakan penciptaan salah seorang dari kalian dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk sperma, kemudian dia menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus kepadanya malaikat, kemudian ditiupkan ruh kepadanya, lalu malaikat tersebut diperintahkan untuk menulis empat perkara; untuk menulis rizkinya, ajalnya dan amalannya dan nasibnya (setelah mati) apakah dia celaka atau bahagia. Demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Dia. Sesungguhnya salah seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya satu hasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga dia memasukinya. Dan salah seorang di antara kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli neraka, hingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya sehasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli surga hingga dia memasukinya. (HR Bukhari dan Muslim. Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam [Bid’ul Khalqi/3208/Fath]. Muslim di dalam [Al Qadar/2463/Abdul Baqi]).

Seusai menjelaskan proses kejadian manusia, Rasulullah SAW menjelaskan perihal takdir manusia. Dijelaskan dalam hadits ini, “Sesungguhnya salah seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya satu hasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga dia memasukinya. Dan salah seorang di antara kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli neraka, hingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya sehasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli surga hingga dia memasukinya.”

Barangkali ada diantara kita yang akan bertanya-tanya, bagaimana bisa, seorang yang digambarkan jaraknya dengan surga hanya tinggal sekian centimeter saja, hanya karena ketentuan Allah kemudian ia berbuat keburukan lalu menghilangkan tabungan amalnya yang luar biasa ia tumpuk-tumpuk sebelumnya. Bagaimana bisa, seorang yang bahkan seumur hidupnya dihabiskan untuk maksiat, hanya karena ketentuan Allah ia dimasukan ke surga. Apakah Allah tidak adil? (hehe, ini pertanyaan paling ekstrem dan bodoh barangkali).

“Sesungguhnya Allah tidak menzhalimi (seseorang) walaupun sebesar zarrah, dan jika ada satu kebajikan, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (Q.S An Nisa : 40)

Tidak mungkin Allah menyia-nyiakan amal seorang hamba yang dibangun bertahun-tahun, kecuali memang ada sebab yang mendasar. Sebagaimana sebuah bangunan, tidak mungkin tugu Monas yang di jakarta itu tiba-tiba saja runtuh hanya karena diambil replika api emas yang ada di puncaknya saja. Atau tidak mungkin pula patung liberti akan runtuh hanya karena dihancurkan obornya saja. Kalau rusak iya, tapi tidak sampai hancur kan? Pasti ada sebab yang sangat besar hingga bisa meruntuhkan bangunan yang amat kokoh itu.

Syaikh Ibnu Rajab Al Hambali, Seorang ahli fiqih abad 8 H/14 M, yang banyak menulis kitab yang berkualitas tinggi dan penuh analisa. Beliau menyatakan, jika ada seseorang yang beramal baik secara terus-menerus tapi berkesudahan buruk sebagaimana dalam hadits diatas, ada dua kemungkinan. Yang pertama adalah bahwa ia masih memelihara hati yang busuk. Atau kemungkinan yang kedua bahwa ia berbuat kemaksiatan dengan terembunyi sehingga orang tidak pernah mengetahuinya. Dalam kemungkinan yang kedua ini seseorang beramal dengan amalan surga dalam hal-hal yang nampak di hadapan manusia, akan tetapi pada hakekatnya ia memiliki maksud yang busuk dan niatan yang rusak. Lalu niatan yang rusak itu mendominasi dirinya, sehingga ia meninggal dalam keadaan su’ul khatimah (kesudahan yang jelek). Kita berlindung kepada Allah dari hal itu. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan sabda beliau:”Hingga jarak antara dia dan surga hanya sejengkal”, yakni kedekatan ajalnya, bukan kedekatannya pada surga dengan amalannya.

Syaikh `Utsaimin rahimahullah , seorang ulama sunah di abad ini menjelaskan maksud hadits ini, “Amalan ahli surga yang dia amalkan hanya sebatas dalam pandangan manusia, padahal amalan ahli surga yang sebenarnya menurut Allah, belumlah ia amalkan. Jadi yang dimaksud dengan `tidak ada jarak antara dirinya dengan surga melainkan hanya sehasta` adalah begitu dekatnya ia dengan akhir ajalnya.”

Sedangkan maksud hadits, “Kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka,” artinya, kemudian orang tersebut meninggalkan ( kebiasaan ) amalan ahli surga yang sebelumnya dia amalkan. Hal itu disebabkan adanya sesuatu yang merasuk ke dalam hatinya yang menjerumuskan orang tersebut ke dalam neraka.

Hal ini perlu diperjelas agar tidak ada prasangka buruk terhadap Allah ta`ala. Karena seorang hamba yang melaksanakan amalan ahli surga dan ia melakukannya dengan jujur dan penuh keikhlasan, maka Allah tidak akan menelantarkannya. Allah pasti memuliakan orang-orang yang beribadah kepada-Nya. Namun bencana dalam hati bukan merupakan suatu perkara yang mustahil, bisa muncul dalam diri siapa saja yang tidak teguh pendirianya. Semoga Allah melindungi kita dari hal ini .

Contoh kisah untuk memperjelas hadits ini yang terjadi di zaman nabi shalallahu `alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:

Ada seorang sahabat Rasulullah shalallahu`alaihi wa sallam yang bersama beliau dalam suatu peperangan. Sahabat ini tidak pernah melewatkan kesempatan untuk membunuh lawan melainkan ia pasti melakukannya, sehingga orang-orang merasa takjub melihat keberaniannya dan mereka berkata, “Dialah yang beruntung dalam peperangan ini.” Lalu Nabi shalallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Dia termasuk ahli Neraka.”

Pernyataan Rasulullah ini menjadi perkara besar bagi para sahabat radhiallahu `anhum dan membuat mereka bertanya-tanya keheranan. Maka seseorang diantara mereka berkata, “Aku akan mengikutinya kemanapun dia pergi.”

Kemudian orang yang pemberani ini terkena panah musuh hingga ia berkeluh kesah. Dalam keadaan itu ia mencabut pedangnya, kemudian ujung pedangnya ia letakkan pada dadanya, sedangkan genggaman pedangnya ia letakkan di tanah, lalu ia menyungkurkan dirinya (ke arah depan), hingga pedang tersebut menembus punggungnya (alias ia bunuh diri). Na`udzu billah.

Orang yang mengikutinya tadi datang menghadap Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi seraya berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”

“Kenapa engkau katakan itu?” sabda Rasulullah.

Ia berkata, “Sesungguhnya orang yang engkau katakan tentangnya dia termasuk ahli neraka, telah melakukan suatu tindakan (bunuh diri, ed.).” Maka setelah itu Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya orang itu telah beramal dengan amalan ahli surga pada pandangan manusia, padahal sebenarnya ia penduduk neraka.” (HR. Bukhari (no.2898) dan Muslim (no.112))

Kisah lain adalah seorang sahabat yang bernama al-Ushairim dari kabilah `Abdul Asyhal dari kalangan Anshar. Dahulu ia dikenal sebagai penghalang sekaligus musuh dakwah Islam. Tatkala para sahabat pergi ke perang Uhud, Allah memberikan ilham kepadanya berupa iman, lalu ia ikut berjihad dan berakhir dengan mati syahid. Setelah perang selesai, orang-orang mencari para korban dan mendapatkan Ushairin dalam keadaan terluka.

Para sahabat bertanya, “Wahai Ushairin, apa yang menndorongmu berbuat seperti ini, apakah untuk membela kaummu ataukah kecintaanmu terhadap Islam?”

Ia menjawab, “Bahkan karena kecintaanku terhadap Islam.”

Sebelum wafatnya, ia meminta untuk disampaikan salamnya kepada Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam.

Maka, meskipun dulunya Ushairin ini buruk dan suka mendzalimi kaum muslimin, namun karena hatinya yang baik, Allah jadikan dia orang yang mati di medan jihad.

Wallahu a’lam, semoga kita termasuk ke dalam hamba-hamba-Nya yang senantiasa meluruskan niat dan ikhlas dalam beramal, semoga Allah mematikan kita dalam keadaan khusnul khatimah. Aamiin

Son dc/06/01/2013

Referensi : abatasa.com,  syababpetarukan.wordpress.com

Wasiat Nabi Muhamad SAW, Jadilah yang paling kuat di dunia

Wasiat Nabi Muhamad SAW, Jadilah yang paling kuat di dunia

600120_313835172051758_897154684_n

Ikhwatifillah, betapa keagungan Islam ini telah mensyaratkan pada para pemeluknya untuk memantaskan dirinya berdiri di atas pijakan agama yang agung. Islam yang turun sebagai rahmat bagi seluruh alam sudah barang tentu kejayaanya di sisi Allah swt. Hanya saja ketika pertanyaanya diubah siapakah yang akan membawa kejayaan itu, maka jawabanya akan bisa dilihat dari bagaimana keadaan pengemban amanah dakwahnya. Islam akan berjaya bersama dengan orang-orang yang pantas dikatakan memiliki jiwa kejayaan. Barangkali kita melihat sekarang, khususnya di Indonesia bagaimana tidak nampak sebagai negara yang mempunyai penganut agama islam terbesar di dunia ini masih jauh dari kasejahteraan, itulah kenyataan umat sekarang yang tidak lagi mengamalkan islam ini secara menyeluruh. Hilang sudah kebesaran dan kekuatan dalam diri seorang muslim tanpa kebanggaan pada apa yang harusnya ia yakini.

Mau tidak mau kita harus menyadari bahwa inilah yang dahulu dikhawatirkan oleh rasululah SAW.

Dari Tsauban bin Bajdad, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Hampir saja bangsa-bangsa berkumpul menyerang kalian sebagaimana mereka berkumpul untuk menyantap makanan di nampan. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kami pada saat itu?” Beliau menjawab, “Bahkan pada saat itu jumlah kalian banyak, tetapi kalian seperti buih, buih aliran sungai. Sungguh Allah benar-benar akan mencabut rasa takut pada hati musuh kalian dan sungguh Allah benar-benar akan menghujamkan pada hati kalian rasa wahn.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta kepada dunia dan takut mati.” (H.R. Abu Daud dan Ahmad)

Sungguh, inilah jaman dimana ketakutan kaum muslim itu datang. Takut pada apa yang nantinya mereka tuju, dan berlomba mendapatkan apa-apa yang akan mereka tinggalkan. Cukuplah ini menggambarkan betapa lemahnya kekuatan umat Islam sekarang ini, ketika negara dengan mayoritas penduduk muslim diobok-obok dengan diskotik dan bar berlabel cave, pornografi berlabel seni, judi, riba, korup, bukan tertegun dalam kekhawatiran justru masyarakat ini sibuk terbahak-bahak dengan maraknya komedian.

Sebuah pesan dari Rasululah saw yang senantiasa beliau wasiatkan kepada para sahabat dan kaum muslim, ditengah-tengah beliau membangun kekuatan umat, dibalik beliau mempersiapkan kedigdayaan khilafah Islam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

: Artinya

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim)

[Muslim: 47-Kitab Al Qodar, An Nawawi –rahimahullah– membawakan hadits ini dalam Bab “Iman dan Tunduk pada Takdir”]

Takdir kejayaan itu ada di tangan kaum muslim, sebagaimana Allah gariskan Islam ini sebagai diinil haq liyudhirohu ‘ala diini kullih, maka benar-benar akan dimenangkan agama ini dengan khoiru umat. Sebagaimana kemenangan-keenangan Islam di jaman keemasan, bukanlah jumlah mereka yang besar mampu mengalahkan lawan-lawanya, justru kemenangan-kemenangan besar banyak diraih dengan jumlah pasukan yang terlebih amat sedikit dibandingkan pasukan musuh. Tapi kekuatan mereka luar biasa. Secara fisik kuat, dan juga kekuatan terbesar maiyatullah, kebersamaan dengan Allah karena mereka dicintai Allah. Sehingga kemenangan demi kemanangan, nasrullah diberikan atas mereka. Alaa inna nasrullahi qorib, u.idat lil muttaqin.

Itulah yang dilakukan orang-orang besar, memancing datangnya kecintaan Allah. Sebagaimana dalam hadits di atas, Allah lebih mencintai mukmin yang kuat, maka jadilah kita kuat. Maka ketika sekarang kita mentarbiyah jasadiyah kita denga serangkaian aktifitas riyadiyah dan mukhayam bukan semata agar tubuh kita bugar, agar nampak gagah, lebih dari itu, ini adalah persiapan kita menuju tujuan mulia sebagai umat terbaik yang akan membawa kejayaan Islam kembali. Kewibawaan umat ini akan semakin terlihat dengan kekuatan fisiknya. Lihatlah Umar bin Khatab, Khalid bin Walid, Hamzah bin Abdul Muthalib, mereka menjadi simbol-simbol kekuatan Islam dengan kewibawaan seorang panglima. Rasulullah saw adalah orang yang memiiki fisik yang paling sempurnya, kuat dan berwibawa.

Kekuatan dalam sisi lain adalah kekuatanmaknawiyah. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

Siapa yang memusuhi wali-Ku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan Sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai  tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Al-Bukhari)

Dalam sebuah hadits qudsi ini menjelaskan, bahwa di antara sebab yang mendatangkan kecintaan Allah adalah mengerjakan amal-amal sunnah sesudah yang wajib secara kontinyu. Dan jika Allah sudah mencintai hamba, maka Allah akan memberi petunjuk pada anggota tubuhnya. Sehingga ia akan berkata dan berbuat sesuai keridhaan-Nya.

Maksud Allah menjadi pendengarannya: Allah akan memberi petunjuk kepadanya pada pendengarannya sehingga ia tidak mendengar kecuali yang mendatangkan keridhaan-Nya.

Maksud Allah menjadi penglihatannya: Allah akan memberi petunjuk kepadanya pada penglihatannya sehingga ia tidak akan melihat kecuali apa yang dicintai Allah.

Sementara maksud Allah menjadi tangannya yang dengannya ia berbuat: Allah memberi petunjuka pada tangannya sehingga ia tidak berbuat dengan tangan-Nya kecuali apa yang diridhai Allah ‘Azza wa Jalla .

Sedangkan maksud Allah menjadi kakinya yang dengannya ia melangkah: Allah memberi petunjuk pada kakinya sehingga ia tak melangkah/berjalan dengan kakinya kecuali untuk sesuatu yang diridhai oleh Allah ‘Azza wa Jalla.

Buah manis lain yang akan hamba tersebut dapatkan adalah doanya akan didengar dan dikabulkan. Ia berada pada perlindungan Allah ‘Azza wa Jalla  dari segala yang mengancam dirinya.

Kalau sudah bersama dengan Allah, apa sih yang kita takutkan?

Apa yang rasulullah sampaikan dalam hadits qudsi di atas adalah sebuah kepastian. Rahmat Allah yang diberikan atas orang-orang mukmin, Inna rahmatallahi qoribun minal muhsinin. Fasilitas Allah yang demikian eksklusif ini Allh berikan bagi mereka yang mendekatkan diri mereka dengan kewajiban-kewajiban kemudian menambahkan dengan amalan-amalan sunah sampai Allah akhirnya memberikan fasilitas sebagai bukti kecintaan-Nya. Maka yang perlu kita cek kembali kepantasan kita, adakah profil seorang mukmin sebagaimana yang dimaksudkan.

Dalam Q.S Al Anfal  ayat 2-4

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.”(QS.Al Anfal 2-4)

Setelah menerangkan tentang perintah taqwa, perintah memperbaiki hubungan antar sesama, dan perintah taat, Allah menerangkan beberapa kriteria orang yang benar-benar beriman itu dengan firmanNya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.

Berkata Ibnu Abbas: “sesungguhnya orang munafik itu tidak sedikitpun dapat masuk zikrullah ke dalam hatinya, ketika melaksanakan ibadah tidak pula hatinya mengimani sesuatupun dari ayat Allah, serta tidak bertawakkal. Tidak melaksnakan sholat apabila tidak terlihat dan tidak pula menunaikan zakatnya, maka Allah ta’ala menerangkan bahwa sebenarnya mereka tidaklah beriman”. Sementara sifat orang beriman yang diterangkan Allah dalam ayat ini; pertama; hati mereka tunduk hingga jika disebut nama Allah tergetarlah hati mereka. Kedua: iman mereka semakin bertambah setiap dibacakan ayat ayat allah, dan ketiga: senantiasa bertawakkal hanya kepada Allah tidak kepada selainnya.

Yang tiga itu adalah pekerjaan hati yang hanya Allah sajalah yang tahu, kemudian Allah menambah dua kriteria lagi yang dapat nampak di mata manusia, yaitu; senantiasa menegakkan sholatnya, serta menafkahkan setiap rizki yang Allah berikan padanya. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya (mukmin haqqon). mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. (ayat 4).

Tentang mukmin haqqan ini ada suatu riwayat dari Harits bin Malik Al-Anshari bahwa suatu hari dia berlalu di hadapan Rasulullah , maka beliau , menyapanya: “Bagaimana kabarmu pagi ini wahai Harits?” dia menjawab: “Saya merasa telah beriman yang sebenar-benarnya (mukmin haqqan), beliau bersabda: “Sudahkah kau perhatikan apa yang kau katakan itu? Sesungguhnya setiap sesuatu ada tanda-tandanya, apa tanda keimananmu itu?” Al-Harits berkata: “Aku menghindarkan diriku dari dunia, maka aku menghidupkan malamku dan mem-puasa-kan siangku, seolah-olah aku melihat penduduk surga saling berkunjung di antara mereka dan aku melihat penduduk neraka saling menjerit di antara mereka” Maka Rasul bersabda: “Yaa Haarits, engkau telah mengerti, maka tetaplah pada keadaanmu (tiga kali)”

Bagi orang mukmin haqqan ini Allah menjanjikan tiga hal, yaitu: derajat yang tinggi di sisi Rabb mereka yaitu di surga-surga yang penuh keindahan, ampunan dari dosa dan kesalahan yang pernah mereka lakukan dan juga rizki yang mulia.

Semoga Allah menjadikan hati kita mudah tergetar dengan ayat-ayat Allah, menjadikan iman kita bertambah setiap mendengar ayat Allah, dan jiwa raga kita sepenuhnya bertawakkal kepada Allah semata. Semoga Allah ringankan kita dalam melaksanakan sholat dan menunaikan infaq dan zakat sehingga kita dapat menjadi mukmin haqqon, yang oleh Allah ditinggikan derajatnya dihadapan Allah maupun dihadapan manusia, diampuni dosa dosa kita dan diberi rizki yang mulia, di dunia dan di akhirat. Amin.

Kembali pada tema mengambil kembali kekuatan kita, marilah kita mengambil hikmah. Khalid bin Walid adalah seorang yang menghabiskan hampir setiap harinya di medan perang. Beliau menyelesaikan tilawahnya satu juz per harinya. Seringkali beliau bersyair yang isinya memohon maaf pada Al-Qur’an, karena kesibukanya di medan perang hingga harus menghalanginya mempelajari Al-Qur’an lebih jauh. Namun tidak bergeser sedikitpun keimanan Khalid untuk memberikan setiap apa yang beliau miliki untuk Diin ini.

Dahulu para sahabat banyak merenungkan hadits di atas, dan memotivasi mereka hingga 2/3 dunia ditaklukan. Maka pantaslah kita berevaluasi, justru kebiasaan baik, sunah-sunah nabi justru banyak dikonsumsi orang-orang Yahudi dan antek-anteknya, sementara umat islam justru banyak tertipu dengan iming-iming keglamoran dunia yang  mereka tawarkan. Maka banyak aktifitas ibadah yang hanya menyisakan aspek ubudiyahnya saja.

Maka Jadilah yang terkuat di dunia, lakukan apa yang pantas dilakukan, minta pertolongan pada-Nya, jangan pernah bersikap lemah, katakan ini adalah takdir Allah, dan takdir Allah adalah yang terbaik untuk hamba-Nya.

Wallahu a’lam